HADITS TENTANG JUJUR SEBAGAI PRASYARAT ILMIAH DAN PAHALA AMALIAH
oleh:
UMI MUKAROMAH
I.
PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk
yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Sebagai
makhluk yang sempurna dan sebagai khalifah dibumi manusia dituntut untuk
berakhlak terpuji, karena dengan akhlak terpuji manusia akan selamat didunia
dan diakhirat. Dengan demikian hendaklah menghias diri dengan akhlak terpuji
dimanapun berada, dimulai dengan berbuat baik terhadap diri sendiri, lingkungan
keluarga, dan masyarakat.
Salah satu akhlak terpuji yang harus dimiliki
oleh setiap manusia adalah bersikap jujur, karena kejujuran akan membawa pada
kebaikan. Kejujuran merupakan pilar keimanan. Kejujuran merupakan kesempurnaan,
kemuliaan, saudara keadilan, sebaik-baiknya ucapan, dan hiasan perkataan. Pada
pembahasan ini akan dijelaskan pembahasan-pembahasan mengenai:
A.
Bagaimanakah
bunyi hadits
tentang jujur sebagai prasarat ilmiah dan pahala amaliah?
B.
Bagaimanakah
penjelasan hadits tentang jujur sebagai prasarat ilmiah dan pahala amaliah?
C.
Bagaimanakah
sikap jujur pada masa sekarang?
D.
Apa sajakah faedah yang dapat diambil dari
hadits?
II.
PEMBAHASAN
A.
Hadits tentang Jujur sebagai Prasarat Ilmiah dan Pahala Amaliah
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى اللّه عليه وسلم : عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى
إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى
يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَاِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ
يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ
الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ
كَذَّابًا (اخرجه مسلم)
Dari
Abdillah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Kalian harus jujur, karena
sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu
menunjukkan kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk
jujur akan ditulis disisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh
kalian dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan, dan
keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan
berusaha untuk berdusta akan ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.”[1]
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَمَلُ الْجَنَّةِ قَالَ
الصِّدْقُ وَإِذَا صَدَقَ الْعَبْدُ بَرَّ وَإِذَا بَرَّ آمَنَ وَإِذَا آمَنَ
دَخَلَ الْجَنَّةَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَمَلُ النَّارِ قَالَ الْكَذِبُ
إِذَا كَذَبَ الْعَبْدُ فَجَرَ كَفَرَ وَإذَا كَفَرَ دَخَلَ يَعْنِي النَّارَ
(اخرجه
أحمدفي الرسالة)
Dari Abdillah bin Umar bahwasanya seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah SAW kemudian bertanya kepada Rasul. Apa itu
amal surga? Rasul menjawab, “jujur, ketika seorang jujur maka dia telah
melakukan perbuatan baik, dan bila ia berbuat baik maka dia akan aman/ selamat
dan bila dia selamat, maka dia akan masuk surga.” Laki-laki itu bertanya, “Apa
itu amal neraka?” Rasul menjawab, “Bohong, ketika seorang (hamba) berbohong maka
dia telah berbuat salah. Ketika salah maka dia telah kafir dan apabila dia
kafir maka dia masuk neraka.”
عَنْ
أَبِي الحَوْارَءِ السَّعْدِيِّ قَالَ قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِي :مَا حَفِظْتَ
مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَمَ ؟ قَالَ حَفِظْتُ مَنْ رَسُوْلَ
اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم دَعُ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَالَا يَرِيْبُكَ فَإِنَّ
الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةُ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَةُ(اخرجه الترمذي)
Dari Abi Khauro’ As-Sa’di, berkata, “Saya pernah bertanya kepada
Hasan bin Ali: ‘Apa yang anda jaga dari Rasul?’ Hasan menjawab, ‘Dari beliau
saya menghapal (semua hadits), tinggalkan apa yang membuatmu ragu menuju apa
yang tidak meragukanmu (meyakinkanmu). Sungguh, kejujuran itu menenangkan
dan sebaliknya kebohongan itu (melahirkan) keraguan.”
B.
Penjelasan Hadits tentang Jujur sebagai Prasarat Ilmiah dan Pahala
Amaliah
Penjelasan Hadits:
عليكم بالصدق
Kata
kata الصدق
yang berarti jujur, terbagi dalam 6 bagian :
1. Jujur
dalam berbicara yaitu tidak berbicara bohong
2. Jujur
dalam niat yaitu ikhlas ( menjaga ma’na kejujuran dalam bermunajat atau
mendekatkan diri kepada allah),
3. Jujur
dalam bertekad (kemauan yang besar) pada hal yang baik yang telah kalian
niatkan dalam artian menguatkan apa yang telah kita tekadkan
4. Jujur
dalam menepati tekad yang kuat, kategori jujur kali ini ditujukan kepada
penguasa yang mengumbar janji tatkala kampanye
5. Jujur
dalam beramal, maksudnya ketika dalam keadaan tertutup atau rahasia maupun
terang terangan dia berperilaku dan berkata sama
6. Jujur
dalam maqomat seperti jujur dalam khauf dan roja’
Barang siapa yang dapat mempunyai sifat 6 tersebut
maka seseorang tersebut mendapat predikat
صديق , apabila hanya sebagian yang terpenuhi dari sifat jujur
tersebut maka mendapat predikat صادق
.
وقال الراغب :
الصدق مطابقةالقول:الضمير والمخبرعنه
Ar roghib berkata jujur itu cocoknya berkataan
dengan apa yang ada dihati kepada orang yang dikabari, apabila syarat tersebut
tidak terpenuhi maka tidak disebut jujur
tetapi sebaliknya yaitu bohong , seperti orang munafiq ketika berkata محمد
رسول الله , dalam berbicara memang
benar, jujur kepada yang dikabari tetapi dalam hatinya berbeda.
فان الصدق
يهدي الى البر
Maksudnya
bisa menyampaikan pada amal sholih, yang murni tanpa ada cela atau keburukan.
البر itu sebuah nama yang mencakup semua kebaikan, dan dikatakan
pula bahwa البر بمعنى الجنة. Kebaikan disini dimaksudkan sebagai surga.
وان البر يهدي
الى الجنة
وفي رواية
اخرى :ان الصدق بر, وان البر يهدي الى الجنة
وما
يزال الرجل يصدق
Selalu
jujur dalam keadaan apapun dan melakukan kejujuran terus menerus.
ويثحرى الصدق,
حثى يكثب عند الله: صديقا
واياكم والكذب
فان الكذب يهدي الى الفجور وان الفجوريهدي الى النار
الفجور: berpaling dari istiqomah, juga dapat dikatakan meningkatnya
kemaksiatan.
ومايزال الرجل
يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عندالله كذابا
Orang yang terus-menerus berbuat kebohongan akan
dicap disisi Allah
sebagai كذابا, orang yang كذاباdikenal
malaikat sebagai ahli bohong, dan
kebohongan tersebut akan disampaikan ke hati penduduk bumi (manusia), orang orang yang
suka berbohong akan ditempeli sifat-sifat
pembohong dan akan mendapatkan siksa.
Seorang hamba yang terus menerus berbuat kebohongan
didalam hatinya akan ada satu titik, titik itu berwarna hitam, sehingga membuat
hatinya menjadi hitam dan dicatat disisi allah sebagai pembohong.
Hadits ini menganjurkan agar selalu berkata jujur,
sengaja berbuat jujur dan menikmati
kejujuran, dan juga hadits ini memberikan peringatan agar takut berbicara
bohong, mempermudah bohong, karena apabila sering mempermudah bohong akan
memperbanyak dan menarik kebohongan
kebohongan yang lain.[2]
Penjelasan
Lain:
Kata shidq adalah bentuk intensif dari shadiq, dan berarti orang
yang diresapi oleh kebenaran. Kata shadiq (orang yang jujur) sendiri berasal
dari kata shidq (kejujuran). Derajat paling rendah kejujuran adalah jika
batin seseorang serasi dengan perbutan lahirnya. Shadiq adalah orang
yang benar dalam kata-katanya. Shidq adalah orang yang benar dalam semua
kata-kata, perbuatan dan keadaan batinnya.[3]
Al-Raghib dalam kitabnya Mufradat Al-Qur’an mengatakan:
kata al-shidq (kejujuran) dan al-kidzb (kedustaan,
kebohongan) pada mulanya dipakai untuk bentuk ucapan -yang berlalu atau akan
tiba, berupa janji atau bukan- dalam bentuknya berita, pertanyaan atau
tuntutan. Dimana kejujuran adalah ketepatan antara ucapan, isi hati, dan
realitas yang diberitakan, dimana apabila syarat itu tidak terpenuhi maka
bukanlah kejujuran, tetapi kedustaan atau diantara kejujuran dan kedustaan,
seperti ucapan orang munafik.[4]
Barangsiapa yang menginginkan pahala, niscaya mudah baginya patuh akan
aturan Allah SWT. Tetapi barangsiapa yang menganggapnya remeh, yaitu adanya
surga, niscaya berat baginya untuk melaksanakannya. Bersikap jujur sangatlah
ringan bagi mereka yang menginginkan pahala yang besar.[5]
Rasulullah memilih kata yahdi (menunjukkan), karena kejujuran itu
menarik kesurga, sebagaimana surga itu membawa keneraka. Beliau juga memilih kata
al-fujur (kejahatan) karena kata tersebut mencakup segala bentuk
kejahatan.[6]
Petunjuk (menunjukkan) ialah penunjukan untuk sampai tujuan. Kejahatan (al-fujur)
ialah menyobek tutup keagamaan, atau diartikan
sebagai kecondongan merusak dan semangat bermaksiat, yakni bahwa kata al-fujr
mencakup semua keburukan, dimana asal kata al-fujr adalah bermakna
sobekan yang luas.
Kejujuran atau kebenaran ialah nilai keutamaan dari yang utama-utama dan
pusat akhlak, dimana dengan kejujuran maka suatu bangsa menjadi teratur, segala
urusan menjadi tertib dan perjalanannya adalah perjalanan yang mulia. Kejujuran
akan mengangkat harkat pelakunya ditengah manusia, maka ia menjadi orang
terpercaya, pembicaraannya disukai, ia dicintai orang-orang, ucapannya
diperhitungkan para pengusaha, persaksiannya diterima didepan pengadilan.
Dengan ini Rasulullah SAW memerintahkan kita berkejujuran, sebagaimana juga
Al-Qur’an memerintahkan kita didalam firman-Nya.[7]
Kebenaran dan kedustaan merupakan dua hal yang bertolak belakang. Kedustaan
(al-kizb) merupakan final dari segala hal yang buruk dan sekaligus
merupakan asal dari berbagai celaan (al-zamm) dengan segala natijah (hasil)
yang jelek. Bertentangan dengan kedustaan yang mengarah cara berfikir yang
negatif, maka kebenaran (as-shidq) adalah menginformasikan sesuatu
sesuai dengan kenyataan, mengarah kepada cara berfikir yang positif.[8]
C.
Sikap Jujur pada Masa Sekarang
Jujur dan dusta tidak pernah terpisah, padahal keduanya adalah berlawanan.
Orang-orang masih mempergunakan timbangan kepada yang manakah sikap atau
perangai seseorang. Tetapi dusta (bohong) itu tetap dusta, tidak ada pertikaian
diantara yang memandangnya dan tidak ada yang sanggup membela suatu kedustaan,
untuk mengatakan bahwa dia itu benar. Dusta menimbulkan kebencian diantara
orang-orang dan menyebabkan kehilangan kepercayaan diantara mereka dan
menjadikan mereka saling menjauh, tidak saling menolong dan tidak terdapat
kerukunan diantara mereka. Karena itu, benarlah islam menganggap dusta sebagai
dosa yang besar, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits diatas.[9]
Di era materialisme
dewasa ini, kejujuran telah banyak dicampakkan dari
tata pergaulan sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai kehidupan manusia. Fenomena ketidak jujuran saat ini telah benar-benar
menjadi realitas sosial yang menggelisahkan. Drama ketidakjujuran saat ini
telah berlangsung sedemikian transparan dan telah menjadi semacam rahasia umum
yang merasuk keberbagai wilayah kehidupan manusia. Sosok manusia jujur telah
menjadi makhluk langka dibumi ini. Mencari orang-orang pintar lebih mudah
daripada mencari orang-orang jujur. Keserakahan dan ketamakan kepada materi
kebendaan, mengakibatkan manusia semakin jauh dari nilai-nilai kejujuran dan
terhempas dalam kubangan materialisme dan hedonisme yang cenderung menghalalkan
segala cara.
Pada masa sekarang, banyak manusia tidak mempedulikan jalan-jalan yang
halal dan haram dalam mencari uang dan jabatan. Sehingga sering didengar ungkapan-ungkapan
kaum materialis, “Mencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal”. Bahkan
banyak juga yang mengucapkan, “kalau jujur akan terbujur, kalau lurus akan
kurus, kalau ikhlas akan tergilas.” Ungkapan-ungkapan itu menunjukkan bahwa
manusia zaman kini telah dilanda penyakit mental yang luar biasa, yaitu
penyakit ketidak jujuran.
Dengan demikian, sangat dibutuhkan usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran
pada setiap individu. Adapun faktor-faktor yang mendorong tindak kebenaran (as-shidq),
menurut Al-Mawardi adalah:
1. Akal,disamping ia mampu membedakan mana yang benar dan mana pula yang tidak
benar, akal juga memiliki kecenderungan kepada kebaikan (mustahsinat).
2. Agama, karena ia tidak mungkin bertentangan dengan akal, maka syariat
datang menguatkan argumentasi akal.
3. Kepribadian yang baik (muru’ah) ia selalu menentang kecenderungan yang
negatif, dan mendorong kepada hal-hal yang positif.[10]
Adapun macam-macam dari kejujuran adalah
sebagai berikut:
1.
Jujur dalam niat
Yang dimaksud dengan niat yang benar adalah
senantiasa berharap akan ridha Allah SWT dalam setiap perbuatan dan perkataan
yang keluar dari mulut seseorang.
2.
Jujur dalam lisan
3.
Jujur dalam berbuat
D.
Faedah yang Dapat Diambil dari Hadits
Berikut ini merupakan faedah yang dapat
dipetik dari sikap jujur didalam hadits, diantaranya sebagai berikut:
1.
Kejujuran merupakan akhlak terpuji yang
dianjurkan oleh islam
2.
Diantara petunjuk islam hendaknya perkataan
orang sesuai dengan isi hatinya
3.
Jujur merupakan sebaik-baiknya sarana
keselamatan didunia dan diakhirat
4.
Seorang mukmin yang bersikap jujur dicintai
disisi Allah dan disisi manusia
5.
Membimbing bahwa jujur itu jalan keselamatan
didunia dan diakhirat
6.
Dusta merupkan sikap buruk yang dilarang islam
7.
Menasehati orang yang mempunyai sifat dusta
8.
Dusta merupakan jalan yang menyampaikan
keneraka
9.
Menegakkan keadilan dan kebenaran
10.
Mendatangkan ketentraman jiwa
III.
PENUTUP
Kata الصدق
yang berarti jujur, terbagi dalam 6 bagian
yaitu: Jujur dalam berbicara, jujur dalam niat, jujur dalam bertekad, jujur
dalam menepati tekad yang kuat, jujur dalam beramal, dan jujur dalam maqomat. Barang
siapa yang dapat mempunyai sifat 6 tersebut maka seseorang tersebut mendapat
predikat صديق. Sedangkan orang yang terus-menerus berbuat kebohongan akan
dicap disisi Allah
sebagai كذابا, orang yang كذاباdikenal
malaikat sebagai ahli bohong, dan akan dihiasi sifat-sifat pembohong dan akan mendapatkan
siksa.
Di era
materialisme dewasa ini, kejujuran telah banyak dicampakkan dari
tata pergaulan sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai kehidupan manusia. Adapun
faktor-faktor untuk mendorong tindak kebenaran (as-shidq), menurut Al-Mawardi adalah: akal, agama, dan kepribadian yang baik (muru’ah).
Faedah yang dapat dipetik dari sikap jujur
didalam hadits, diantaranya sebagai berikut: kejujuran merupakan akhlak terpuji yang
dianjurkan oleh islam, jujur merupakan sebaik-baiknya sarana
keselamatan didunia dan diakhirat, seorang mukmin yang bersikap jujur dicintai
disisi Allah dan disisi manusia.
Demikian makalah
ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun kepada penulis demi perbaikan makalah yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
al-Bukhori, al-Khusaini al-Qonuji. 1992. As-Siroojul Wahhaaj.
al-Ghazali, Imam. 1994. Bahaya Lidah. Jakarta: Bumi Aksara.
al-Imam Abi Qosim Abdul Karim. Ar-Risalatul Qusyairiyyah.
al-Khauli, Muhammad Abdul Aziz. 2006. Menuju Akhlak Nabi.
Semarang: Pustaka Nuun.
al-Musawi, Khalil. 1992. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda?.
Jakarta: PT Lentera Basritama.
al-Qusyayri, Abd al-Karim Ibn Hawazin. 1990. Risalah Sufi al-Qusyayri.
Bandung: Pustaka.
Khalid, Amru. 2007. Berakhlak Seindah Rasulullah. Semarang: Pustaka
Nuun.
Syukur, Suparman. 2004. Etika Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1]
Muhammad Abdul
Aziz al-Khauli, Menuju Akhlak Nabi (Semarang: Pustaka
Nuun, 2006), hlm. 150.
[3]
Abd al-Karim Ibn Hawazin al-Qusyayri, Risalah Sufi
al-Qusyayri, (Bandung: Pustaka, 1990) hlm. 187-188.
[5]
Amru Khalid, Berakhlak Seindah Rasulullah
(Semarang: Pustaka Nuun, 2007), hlm. 100.
[6]
Ibid., hlm. 101.
[7]
Muhammad Abdul Aziz al-Khauli, op.cit., hlm. 151-152.
[8]
Suparman Syukur, Etika Religius (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), hlm.274.
[9]
Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, (Jakarta: Bumi
Aksara,1994), hlm. 7.
[10]
Ibid., hlm. 275.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar