PENANGANAN JENAZAH
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : FIQH
Dosen
Pengampu: Kurnia Muhajaroh,M.S.I
Kelas: PAI
2D
Oleh:
Umi
Mukaromah 123111157
Wafin
Agitya Pratama 123111158
Zulfa
Rahayu 123111160
Atmimil
Khusnayaini 123111161
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, banyak manusia
yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang sesungguhnya hanya tempat
persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal
adalah di akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat
sehingga menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan
perkembangan zaman hingga banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi
seperti ini akan terjadi terus menerus dan turun temurun yang mengakibatkan
rusaknya akidah-akidah Islam. Banyak juga generasi muda yang sebenarnya orang
Islam tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang
tidak tahu bagaimana caranya sholat dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
Permasalahan seperti diatas harus ditanggulangi sedalam mungkin dan
mendapat perhatian khusus dari keluarga dan masyarakat. Generasi mudapun di
harapkan dapat terus bersaing dengan kemajuan teknologi, tanpa melupakan
norma-norma agama. Dengan demikian jika terjadi kematian akan mampu melakukan
penanganan berdasarkan syari’at islam.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimanakah hukum penanganan jenazah?
B.
Bagaimanakah langkah- langkah yang harus di ambil ketika terjadi
kematian?
C.
Bagaiamana cara memandikan, mengkafani, menyolatkan dan mengubur
jenazah?
III.
PEMBAHASAN
A.
Hukum Penanganan Jenazah
Menurut para
fuqoha hukum merawat jenazah adalah fardhu kifayah[1]
artinya cukup dikerjakan oleh sebagian masyarakat , bila seluruh
masyarakat tidak ada yang merawat maka seluruh masyarakat akan dituntut
dihadapan Allah Swt. sedang bagi orang yang mengerjakannya, mendapat pahala
yang banyak disisi Allah SWT. Adapun yang memiliki tanggungan merawat jenazah
adalah keluarga terdekat (Ayahnya, Ibunya, Suami/Istrinya, Anaknya,
Kakak/Adiknya, dst), namun sebaiknya
yang sejenis pria oleh pria, wanita oleh wanita, kecuali suami istrinya
atau ayah dan ibunya. Bila Urutan tersebut tidak ada baru beralih
kepada yang lain.
Penanganan
jenazah di kerjakan sesegera mungkin, tidak ada keharusan menunggu berkumpulnya
seluruh kerabat. Hal ini berdasarkan hadits Mutafaq’alaih.
اَسْرِعُوا
بِاْلجَنَازَة (رواه متفق عليه)
Artinya: "Segerakanlah pengurusan jenazah."
Adapun yang menjadi dasar penanganan jenazah adalah
مَا ضَرَّك لَوْمِتِّ
قَبْلِى فَفَسَلْتُكِ وكَفَّنْتُـــكِ ثُــمَّ صلَّيْتُ علَيْــكِ ودَفَّنْتُـكِ (رواه أحمد)
Artinya: " Tidak mengapa bila engkau meninggal sebelumku, karena aku
akan memandikanmu, mengkafanimu, kemudian menshalatkan dan menguburkanmu "
(HR. Ahmad)
B.
Langkah- Langkah yang Harus di Ambil Ketika Terjadi Kematian
Langkah-
langkah penanganan mayat yaitu:
1.
Ketika sakatul maut atau menjelang ajal[2]
Ketika
orang yang sakit telah mendekati ajal, bagi orang yang merawatnya segera
mengambil langkah- langkah yaitu:
a.
Menghadapkannya kearah kiblat
Menurut
An-Nawawy cara menghadapkan kearah kiblat, ada dua macam, Pertama,
ditidurkan di atas kuduknya,
sedang telapak kakinya kearah kiblat. Kedua, di baringkan
oleh orang yang sakit itu atas lambungnya yang sebelah kanan, sambil menghadap
kiblat, seperti meletakkannya kedalam liang lahad. Kalau tidak mungkin dibuat
demikian, karena sempitnya tempat dan lain-lain, di tidurkanlah
atas lambungnya yang sebelah kiri dengan menghadap kiblat. Jika tidak mungkin
pula yang demikian, barulah ditidurkan diatas kuduknya.[3]
b.
Menuntunnya membaca kalimat لااله الاالله
Jika
kita menjumpai seseorang dalam sakarat al-maut kita di tuntut untuk melakukan
talqin (bimbingan) kepadanya dengan kalimah tauhid agar ia tetap dalam keadaan
Muslim hingga akhir hayatnya. Sabda Nabi SAW:
لقنواموتاكم
: " لااله الاالله"
“Bimbinglah orang yang menghadapi kematian dengan (La ilaha illa
Allah).” (HR. Muslim)
Mengingat pula
hadits yang berbunyi:
من
كان اخركلامه "لااله الاالله" دخل الجنة
“Barang siapa di akhir
hayatnya sempat mengucapkan: “La ilaha illa Allah”, ia akan masuk surga.” (HR.
Bukhori dan Muslim).[4]
Ruh
itu merupakan tubuh yang halus seperti yang di tetapkan
oleh para Mutakallimin, bukan suatu sifat yang ada pada tubuh. Hadits ini
menganjurkan (sunnah) mengucapkan kata- kata yang baik, yakni: berdo’a memohon
ampunan dan di perlakukan secara lembut dalam menghadapi orang yang sedang
ihtidhar. Juga menerangkan, bahwa para malaikat hadir pada saat itu mengaminkan
do’a. Ulama-ulama Syafi’iyah berkata: “Sebaiknya kita berlaku lemah lembut
dalam mentalqinkan, jangan mendesak orang sakit berat membaca kalimat tauhid
dan jangan pula di suruh membacakannya, karena dikhawatirkan si sakit merasa
jemu, lalu menolak, atau dia menyebut sesuatu yang tidak baik. Hendaklah kita
menyebutkan di sampingnya sekedar dia dapat mendengar agar dia sadar untuk
mengucapkannya. Apabila sudah sekali dia menyebutkan, janganlah kita ulangi
lagi selama orang yang sakit itu belum mengalihkan pembicaraan yang lain.”
Demikianlah pendapat jumhur ulama.[5]
c.
Membacakan surat Yasin dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan suara
lirih
d.
Memberi minum
2.
Setelah ruh di cabut
Beberapa
langkah yang di anjurkan
setelah ruh dicabut, yaitu:
a.
Memejamkan kedua mata si mayit[6]
b.
Mengikat dagunya keatas kepala
c.
Melemaskan seluruh persendian
d.
Melepaskan pakaiannya, kemudian menutup tubuhnya dengan kain yang
tipis
e.
Meletakkan jasadnya pada tempat yang agak tinggi, semisal diatas
dipan
f.
Menghadapkannya ke arah kiblat
g.
Meletakkan sesuatu yang agak berat di atas
perutnya
Ibnu
Hazh berkata, “Hendaklah di tutupi badan si mayit dengan kain dan di taruh di
atas perutnya sesuatu benda yang dapat mencegah dia membusung.”[7]
h.
Membakar atau menaburkan wewangian di sekitar tempatnya
i.
Mengumumkan berita kematiannya
Menyiarkan
kabar kematian seseorang kepada kaum kerabat dan orang baik adalah sunnat,
supaya mereka turut serta menyelesaikan jenazahnya dan mengantarkanya ke kubur,
ke tempatnya yang terakhir dan untuk itu mereka akan memperoleh pahala dari
sisi Allah. Adapun larangan pemberitaan orang mati ialah pemberitaan semacam
yang di lakukan oleh
adat jahiliyah. Baihaqy meriwayatkan bahwa Imam Malik berkata ‘saya tidak
menyukai teriakan- teriakan di pintu masjid untuk memberitahu kepada orang
banyak, bahwa seseorang meninggal. Tetapi tidak mengapa, jika orang
memberitahukan kepada orang ramai yang berkelompok di masjid tidak dengan
teriakan.’[8]
j.
Membebaskan segala tanggungan hutang atau lainnya.
Kalau
telah selesai ahli waris si mayat menguruskan dan menguburkan jenazahnya,
wajiblah mereka memeriksa hutang- hutang dan wasiat- wasiatnya, kalau ia
berhutang atau memberi wasiat. Kalau mereka di dapati berhutang dan ada pula
hartanya, wajiblah mereka membayarkan hutangnya dari hartanya itu. Kalau ada
sisa hartanya sesudah di bayarkan hutangnya, barulah di perhatikan wasiatnya
dan hendaklah di beri masing- masing yang berhak menurut wasiatnya. Dari sisa
itu haruslah dibagi- bagikan diantara ahli warisnya masing- masing menurut
ketentuannya dalam ilmu faraidh (pembagian harta waris).[9]
C.
Cara Memandikan, Mengkafani, Menyolatkan dan Mengubur Jenazah
Kewajiban- kewajiban Muslimin terhadap saudara- saudaranya yang
meninggal dunia ada empat perkara yaitu, memandikannya, mengkafani,
menyolatkannya, dan menguburkannya.
MEMANDIKAN
MAYAT
Syarat-
syarat mayit yang di mandikan,
yaitu:
1.
Mayit itu orang Islam
2.
Ada tubuhnya walaupun sedikit
3.
Meninggal bukan karena mati syahid[10]
Syarat- syarat orang yang memandikan mayit
1.
Harus sejenis atau punya ikatan mahrom atau suami istri. Jika tidak
menemukan syarat maka mayat cukup di tayammumi
dan orang yang menayamumi harus beralas tangan.
2.
Orang yang memandikan dan orang yang membantunya hendaknya orang
yang dapat di percaya
(amanah) serta mempunyai keahlian.
Tempat memandikan
1.
Harus sepi dan tertutup serta tidak ada orang yang masuk selain
orang yang bertugas memandikan
2.
Di taburi wewangian, seperti dengan membakar dupa
Tata cara memandikan
Batas minimal
memandikan mayat adalah dengan menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayat.
Kemudian mengguyurkan air secara merata pada seluruh tubuhnya termasuk anggota
yang wajib di basuh adalah sesuatu yang tampak dari kemaluan janda ketika duduk
dan bagian dalam alat kelamin laki- laki yang belum di khitan. Adapun cara
memandikan mayat yang lebih sempurna adalah sebagai berikut:
1.
Mayat di bawa ke tempat pemandian dan tubuhnya di tutup dengan kain
tipis.
2.
Mayat di letakkan di tempat yang agak tinggi seperti dipan atau di
pangku oleh tiga atau empat orang.
3.
Perut mayat di urut menggunakan tangan kiri secara pelan- pelan dan
berulang- ulang agar kotoran yang ada di dalam perut dapat keluar. Setelah itu
mayat di siram dengan air yang banyak.
4.
Mayat di tidurkan dengan posisi terlentang, kemudian dimiringkan
kekiri kemudian kekanan untuk di bersihkan kedua alat kelaminnya serta daerah
sekitarnya dengan tangan kiri yang di bungkus kain (sarung tangan), dan saat
membersihkan atau menggosok- gosok aurat (seperti anggota di antara pusar dan lutut)
juga harus menggunakan penghalang, seperti sarung tangan atau kain. Setelah itu
segera di siram dengan air yang banyak.
5.
Mengambil kain lain yang di basahi untuk membersihkan gigi dan
lubang hidung dengan jari telunjuk tangan kiri serta membersihkan kotoran yang
ada pada kuku, telinga dan mata.
6.
Mewudhukan mayat persis seperti wudhunya orang yang hidup, baik
rukun dan syaratnya.
7.
Menyisir rambut dan jenggot dengan pelan- pelan.
8.
Mengguyurkan air yang telah di campur daun bidara atau sabun ke
anggota badan depan mayat sebelah kanan mulai leher sampai kaki, serta
menggosok- gosok tubuh mayat dengan pelan- pelan. Kemudian di lanjutkan bagian
tubuh sebelah kiri.
9.
Mayat di miringkan ke kiri, lalu mengguyurkan air pada bagian
belakang sebelah kanan mulai tengkuk sampai ujung kaki.
10.
Mengguyur seluruh tubuh mayat mulai kepala sampai kaki dengan air
yang murni (tidak di campur daun bidara atau sabun) sebanyak dua kali. Basuhan
ini untuk membilas sisa- sisa daun bidara atau sabun.
11.
Mengguyur seluruh tubuh mayat dengan air yang dicampur sedikit
kapur barus yang tidak sampai merubah kemutlakan air sebanyak tiga kali dengan
niat.[11]
Setelah itu disiram dengan air murni.
12.
Mengeringkan mayat yang telah di mandikan dengan handuk.[12]
MENGKAFANI MAYAT
Sebelum mayat selesai
di mandikan hal- hal yang harus segera di persiapkan adalah kapas yang telah di
beri wewangian dan kain kafan yang juga
telah di beri wewangian. Untuk kain kafan yang lebih utama jumlahnya adalah
sebagai berikut,
· Untuk mayat
laki- laki di siapkan lima lembar kain kafan bersih warna putih yang terdiri
dari tiga kain lembar, baju kurung, dan sorban.
· Untuk mayat
perempuan di siapkan lima lembar kain kafan yang terdiri dari dua lembar kain
lebar, baju kurung, kerudung, dan sarung.
Tata cara mengkafani
1.
Letakkan lembaran- lembaran kain lebar, baju kurung lalu sorban
(untuk mayat laki- laki) atau sarung, baju kurung, dan kerudung (untuk mayat
perempuan).
2.
Letakkan (mayat yang telah selesai di mandikan dan di taburi
wewangian) di atas kain kafan dengan posisi terlentang dan posisi tangan di
dekatkan.
3.
Letakkan kapas yang telah di beri wewangian pada anggota- anggota
tubuh yang berlubang. Anggota tubuh tersebut meliputi kedua mata, kedua lubang
hidung, kedua telinga, dan mulut. Selain itu juga letakkan kapas pada kening
mayat, kedua telapak tangan, di antara kedua pergelangan tangan. Kedua lutut,
dan di antara jari- jari tangan, dan di antara jari- jari kaki, serta anggota
tubuh yang terluka.
4.
Kedua pantat mayat di ikat dengan kain.[13]
5.
Kemudian di bungkus dengan kain kafan.
MENSHOLATI MAYIT
Syarat- syarat sholat jenazah, yaitu
1.
Mayat telah selesai di mandikan dan suci dari najis, baik tubuh,
kafan, ataupun tempatnya.
2.
Orang yang mensholati mayat telah memenuhi syarat sah melakukan
sholat.
3.
Jika sholat di lakukan di luar masjid, jarak antara mayat dan orang
yang mensholati tidak melebihi 300 dziro (± 150 m).
4.
Orang yang sholat berada di belakang jenazah jika jenazahnya laki-
laki. Bagi imam atau munfarid (orang yang sholat sendirian) sebaiknya berdiri
tepat pada bagian kepala mayat. Sedang bila jenazah perempuan maka posisi yang
menyolati tepat pada pantat mayit.
5.
Tidak ada penghalang antara mayat dan orang yang mensholati.
6.
Orang yang sholat berada di dekat mayat jika mayat yang di sholati
tidak ghaib.
Rukun- rukun sholat jenazah
1.
Niat
2.
Berdiri bagi yang mampu
3.
Takbir empat kali dengan menghitung takbiratul ikhram
4.
Membaca surat Al- Fatikhah
5.
Membaca sholawat pada Nabi SAW setelah takbir kedua
6.
Mendo’akan mayat setelah takbir ketiga
7.
Salam
MENGUBUR MAYIT
Sebelum jenazah di
berangkatkan ke tempat pemakaman, liang kubur harus sudah siap. Begitu pula
semua peralatan pemakaman, seperti papan, batu nisan, dan lain- lain. Ukuran
liang kubur adalah, panjang = sepanjang
jenazah di tambah kira- kira setengah (0,5) m, lebar = ± 1 m, dalamnya =
setinggi postur tubuh manusia di tambah satu hasta (± 60 cm).
Proses pemberangkatan jenazah antara lain:
1.
Pelepasan jenazah. Setelah selesai di sholati, kemudia keranda
jenazah di angkat, setelah itu salah satu dari wakil keluarga memberikan kata
sambutan yang isinya sebagai berikut:
a.
Meminta maaf kepada para hadirin
b.
Pemberitahuan tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada ahli
waris
c.
Persaksian baik kepada mayarakat
d.
Menyampaikan sekelumit mauidzoh hasanah
2.
Cara mengantar jenazah
a.
Pada dasarnya mengangkat jenazah bisa di lakukan dengan berbagai
cara. Namun, yang di sunnahkan adalah meletakkan jenazah di keranda, dengan di
angkat oleh empat orang, (dua orang di depan dan dua orang lainnya di
belakang). Untuk pengusung sebaiknya di lakukan oleh orang laki-laki.
b.
Dalam pengusungan jenazah, hendaknya posisi kepala jenazah berada
di depan.
c.
Pengiring jenazah sebaiknya ada di depan dan dekat dengan jenazah,
sehingga jika menoleh kebelakang bisa melihatnya.
d.
Mengiring dengan jalan kaki lebih baik dari pada berkendaraan.
e.
Bagi pengiring di sunnahkan berjalan agak cepat.
f.
Makruh hukumnya berbicara (ramai-ramai) meskipun dengan bacaan
Al-Qur’an dan dzikir ketika mengiringi jenazah.
g.
Makruh mengiring jenazah bagi perempuan, serta mengiringnya dengan
menyalakan semacam api.
3.
Proses pemakaman jenazah
Dalam penguburan mayat di kenal dengan dua jenis liang kubur, yaitu
liang cempuri dan liang landak. Setelah liang kubur di siapkan,
berikutnya melakukan proses pemakaman dengan urutan cara sebagai berikut:
a.
Setelah jenazah sampai di tempat pemakaman, keranda diletakkan
diarah posisi kaki mayat.
b.
Kemudian sacara perlahan, jenazah dikeluarkan dari keranda, dimulai
dari kepalanya, kemudian di angkat dengan posisi agak miring dan kepala
menghadap kiblat.
c.
Lalu di serahkan pada orang yang ada di dalam kubur yang telah
bersiap-siap untuk menguburkannya.
d.
Kemudian jenazah di letakkan pada tempat tersebut (dasar makam)
dalam posisi menghadap (miring) kearah kiblat. Tali-tali (terutama yang ada
pada bagian atas) segera di lepas agar wajah jenazah terbuka. Setelah itu, pipi
jenazah di tempelkan pada tanah.
e.
Setelah itu, salah satu di antara pengiring membaca adzan dan
iqomat di dalam kubur. Kemudian mayat di tutup dengan papan.
f.
Di sunnahkan memberi atau memasang dua nisan, menaburkan bunga,
memberi minyak wangi, meletakkan kerikil, serta memercikan air di atas makam.
g.
Selanjutnya, salah satu wakil keluarga atau orang yang ahli ibadah
men-talqinkan mayat. Orang yang men-talqin duduk dengan posisi menghadap
ketimur dan lurus dengan kepala mayat. Sedangkan bagi penta’ziah sebaiknya
berdiri. [14]
IV.
SIMPULAN
Ø Hukum merawat Jenazah adalah fardhu kifayah.
Ø Langkah-
langkah penanganan mayat yaitu:
1.
Ketika sakatul maut atau menjelang ajal maka: menghadapkannya
kearah kiblat, menuntunnya membaca kalimat لااله الاالله, membacakan
surat Yasin dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan suara lirih, dan memberi
minum.
2.
Beberapa langkah yang di
anjurkan setelah ruh dicabut, yaitu: memejamkan kedua mata si mayit, mengikat
dagunya keatas kepala, melemaskan seluruh persendian, melepaskan pakaiannya dan
menutup tubuhnya dengan kain yang tipis, meletakkan jasadnya pada tempat yang
agak tinggi, menghadapkannya ke arah kiblat, meletakkan sesuatu yang agak berat
di atas perutnya, membakar atau menaburkan wewangian di sekitar tempatnya, mengumumkan
berita kematiannya, dan membebaskan segala tanggungan hutang atau lainnya.
Ø Kewajiban-
kewajiban Muslimin terhadap saudara- saudaranya yang meninggal dunia ada empat
perkara yaitu, memandikannya, mengkafani, menyolatkannya, dan menguburkannya.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada penulis demi perbaikan makalah yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Alhamdani, H.S.A.. 1960. Risalah Djanaiz.
Bandung: PT Al-Ma’arif.
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.
2011. Koleksi Hadits- Hadits Hukum Jilid 3 cet.1 edisi ketiga. Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra.
Furqon, Ahmad. 2009. Laporan Penelitian Individual Tuhfah
al-Athfal Wa Hilyah Abna al-Kamal.
Marzuqi, Ahmad Idris. 2012. Kado Turats
Tuntunan Praktek Ibadah Terspesial. Lirboyo: Lirboyo Pers.
Rifa’I, Moh.. 1978. Fiqh Islam Lengkap.
Semarang: CV Toha Putra.
Saleh, H.E.Hassan. 2008. Kajian Fiqh
Nabawi dan Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[1] Ahmad Furqon,Lc.Ma., Laporan Penelitian Individual Tuhfah
al-Athfal Wa Hilyah Abna al-Kamal, 2009, hlm. 308
[2] K.H. Ahmad Idris Marzuqi, Kado Turats Tuntunan Praktek Ibadah
Terpsesial (Lirboyo: Lirboyo Pers, 2012), hlm. 187
[3] Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi
Hadits-Hadits Hukum Jilid 3 cet. 1 edisi ketiga (Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2011), hlm. 7
[4] H.E.Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 227
[5] Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., hlm. 7
[8] Ibid., hlm. 36
[9] Ibid., hlm. 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar