Senin, 24 Juni 2013

PENANGANAN JENAZAH



PENANGANAN JENAZAH
MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FIQH
Dosen Pengampu: Kurnia Muhajaroh,M.S.I
Kelas: PAI 2D
Oleh:
Umi Mukaromah                     123111157
Wafin Agitya Pratama                        123111158
Zulfa Rahayu                          123111160
Atmimil Khusnayaini              123111161
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
       I.       PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang sesungguhnya hanya tempat persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat sehingga menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan perkembangan zaman hingga banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi seperti ini akan terjadi terus menerus dan turun temurun yang mengakibatkan rusaknya akidah-akidah Islam. Banyak juga generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana caranya sholat dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
Permasalahan seperti diatas harus ditanggulangi sedalam mungkin dan mendapat perhatian khusus dari keluarga dan masyarakat. Generasi mudapun di harapkan dapat terus bersaing dengan kemajuan teknologi, tanpa melupakan norma-norma agama. Dengan demikian jika terjadi kematian akan mampu melakukan penanganan berdasarkan syari’at islam.

    II.       RUMUSAN MASALAH
A.      Bagaimanakah hukum penanganan jenazah?
B.       Bagaimanakah langkah- langkah yang harus di ambil ketika terjadi kematian?
C.       Bagaiamana cara memandikan, mengkafani, menyolatkan dan mengubur jenazah?






 III.       PEMBAHASAN
A.      Hukum Penanganan Jenazah
Menurut para fuqoha hukum merawat jenazah adalah fardhu kifayah[1] artinya cukup dikerjakan oleh sebagian masyarakat , bila seluruh masyarakat tidak ada yang merawat maka seluruh masyarakat akan dituntut dihadapan Allah Swt. sedang bagi orang yang mengerjakannya, mendapat pahala yang banyak disisi Allah SWT. Adapun yang memiliki tanggungan merawat jenazah adalah keluarga terdekat (Ayahnya, Ibunya, Suami/Istrinya, Anaknya, Kakak/Adiknya, dst),  namun sebaiknya yang sejenis pria oleh pria, wanita oleh wanita, kecuali suami istrinya atau ayah dan ibunya. Bila Urutan tersebut tidak ada baru beralih kepada yang lain.
Penanganan jenazah di kerjakan sesegera mungkin, tidak ada keharusan menunggu berkumpulnya seluruh kerabat. Hal ini berdasarkan hadits Mutafaq’alaih.
اَسْرِعُوا بِاْلجَنَازَة (رواه متفق عليه)

Artinya: "Segerakanlah pengurusan jenazah."
Adapun yang menjadi dasar penanganan jenazah adalah

مَا ضَرَّك لَوْمِتِّ قَبْلِى فَفَسَلْتُكِ وكَفَّنْتُـــكِ ثُــمَّ صلَّيْتُ علَيْــكِ ودَفَّنْتُـكِ (رواه أحمد)

Artinya: " Tidak mengapa bila engkau meninggal sebelumku, karena aku akan memandikanmu, mengkafanimu, kemudian menshalatkan dan menguburkanmu " (HR. Ahmad)


B.       Langkah- Langkah yang Harus di Ambil Ketika Terjadi Kematian
Langkah- langkah penanganan mayat yaitu:
1.    Ketika sakatul maut atau menjelang ajal[2]
Ketika orang yang sakit telah mendekati ajal, bagi orang yang merawatnya segera mengambil langkah- langkah yaitu:
a.    Menghadapkannya kearah kiblat
Menurut An-Nawawy cara menghadapkan kearah kiblat, ada dua macam, Pertama, ditidurkan di atas kuduknya, sedang telapak kakinya kearah kiblat. Kedua, di baringkan oleh orang yang sakit itu atas lambungnya yang sebelah kanan, sambil menghadap kiblat, seperti meletakkannya kedalam liang lahad. Kalau tidak mungkin dibuat demikian, karena sempitnya tempat dan lain-lain, di tidurkanlah atas lambungnya yang sebelah kiri dengan menghadap kiblat. Jika tidak mungkin pula yang demikian, barulah ditidurkan diatas kuduknya.[3]
b.    Menuntunnya membaca kalimat لااله الاالله
Jika kita menjumpai seseorang dalam sakarat al-maut kita di tuntut untuk melakukan talqin (bimbingan) kepadanya dengan kalimah tauhid agar ia tetap dalam keadaan Muslim hingga akhir hayatnya. Sabda Nabi SAW:
لقنواموتاكم : " لااله الاالله"
“Bimbinglah orang yang menghadapi kematian dengan (La ilaha illa Allah).” (HR. Muslim)
Mengingat pula hadits yang berbunyi:
من كان اخركلامه "لااله الاالله" دخل الجنة
“Barang siapa di akhir hayatnya sempat mengucapkan: “La ilaha illa Allah”, ia akan masuk surga.” (HR. Bukhori dan Muslim).[4]
Ruh itu merupakan tubuh yang halus seperti yang di tetapkan oleh para Mutakallimin, bukan suatu sifat yang ada pada tubuh. Hadits ini menganjurkan (sunnah) mengucapkan kata- kata yang baik, yakni: berdo’a memohon ampunan dan di perlakukan secara lembut dalam menghadapi orang yang sedang ihtidhar. Juga menerangkan, bahwa para malaikat hadir pada saat itu mengaminkan do’a. Ulama-ulama Syafi’iyah berkata: “Sebaiknya kita berlaku lemah lembut dalam mentalqinkan, jangan mendesak orang sakit berat membaca kalimat tauhid dan jangan pula di suruh membacakannya, karena dikhawatirkan si sakit merasa jemu, lalu menolak, atau dia menyebut sesuatu yang tidak baik. Hendaklah kita menyebutkan di sampingnya sekedar dia dapat mendengar agar dia sadar untuk mengucapkannya. Apabila sudah sekali dia menyebutkan, janganlah kita ulangi lagi selama orang yang sakit itu belum mengalihkan pembicaraan yang lain.” Demikianlah pendapat jumhur ulama.[5]
c.    Membacakan surat Yasin dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan suara lirih
d.   Memberi minum

2.    Setelah ruh di cabut
   Beberapa langkah yang  di anjurkan setelah ruh dicabut, yaitu:
a.    Memejamkan kedua mata si mayit[6]
b.    Mengikat dagunya keatas kepala
c.    Melemaskan seluruh persendian
d.   Melepaskan pakaiannya, kemudian menutup tubuhnya dengan kain yang tipis
e.    Meletakkan jasadnya pada tempat yang agak tinggi, semisal diatas dipan
f.     Menghadapkannya ke arah kiblat
g.    Meletakkan sesuatu yang agak berat di atas perutnya
Ibnu Hazh berkata, “Hendaklah di tutupi badan si mayit dengan kain dan di taruh di atas perutnya sesuatu benda yang dapat mencegah dia membusung.”[7]
h.    Membakar atau menaburkan wewangian di sekitar tempatnya
i.      Mengumumkan berita kematiannya
Menyiarkan kabar kematian seseorang kepada kaum kerabat dan orang baik adalah sunnat, supaya mereka turut serta menyelesaikan jenazahnya dan mengantarkanya ke kubur, ke tempatnya yang terakhir dan untuk itu mereka akan memperoleh pahala dari sisi Allah. Adapun larangan pemberitaan orang mati ialah pemberitaan semacam yang di lakukan oleh adat jahiliyah. Baihaqy meriwayatkan bahwa Imam Malik berkata ‘saya tidak menyukai teriakan- teriakan di pintu masjid untuk memberitahu kepada orang banyak, bahwa seseorang meninggal. Tetapi tidak mengapa, jika orang memberitahukan kepada orang ramai yang berkelompok di masjid tidak dengan teriakan.’[8]
j.      Membebaskan segala tanggungan hutang atau lainnya.
Kalau telah selesai ahli waris si mayat menguruskan dan menguburkan jenazahnya, wajiblah mereka memeriksa hutang- hutang dan wasiat- wasiatnya, kalau ia berhutang atau memberi wasiat. Kalau mereka di dapati berhutang dan ada pula hartanya, wajiblah mereka membayarkan hutangnya dari hartanya itu. Kalau ada sisa hartanya sesudah di bayarkan hutangnya, barulah di perhatikan wasiatnya dan hendaklah di beri masing- masing yang berhak menurut wasiatnya. Dari sisa itu haruslah dibagi- bagikan diantara ahli warisnya masing- masing menurut ketentuannya dalam ilmu faraidh (pembagian harta waris).[9]

C.      Cara Memandikan, Mengkafani, Menyolatkan dan Mengubur Jenazah
Kewajiban- kewajiban Muslimin terhadap saudara- saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara yaitu, memandikannya, mengkafani, menyolatkannya, dan menguburkannya.
MEMANDIKAN MAYAT
Syarat- syarat mayit yang di mandikan, yaitu:
1.      Mayit itu orang Islam
2.      Ada tubuhnya walaupun sedikit
3.      Meninggal bukan karena mati syahid[10]
Syarat- syarat orang yang memandikan mayit
1.      Harus sejenis atau punya ikatan mahrom atau suami istri. Jika tidak menemukan syarat maka mayat cukup di tayammumi dan orang yang menayamumi harus beralas tangan.
2.      Orang yang memandikan dan orang yang membantunya hendaknya orang yang dapat di percaya (amanah) serta mempunyai keahlian.
Tempat memandikan
1.      Harus sepi dan tertutup serta tidak ada orang yang masuk selain orang yang bertugas memandikan
2.      Di taburi wewangian, seperti dengan membakar dupa
Tata cara memandikan
        Batas minimal memandikan mayat adalah dengan menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayat. Kemudian mengguyurkan air secara merata pada seluruh tubuhnya termasuk anggota yang wajib di basuh adalah sesuatu yang tampak dari kemaluan janda ketika duduk dan bagian dalam alat kelamin laki- laki yang belum di khitan. Adapun cara memandikan mayat yang lebih sempurna adalah sebagai berikut:
1.      Mayat di bawa ke tempat pemandian dan tubuhnya di tutup dengan kain tipis.
2.      Mayat di letakkan di tempat yang agak tinggi seperti dipan atau di pangku oleh tiga atau empat orang.
3.      Perut mayat di urut menggunakan tangan kiri secara pelan- pelan dan berulang- ulang agar kotoran yang ada di dalam perut dapat keluar. Setelah itu mayat di siram dengan air yang banyak.
4.      Mayat di tidurkan dengan posisi terlentang, kemudian dimiringkan kekiri kemudian kekanan untuk di bersihkan kedua alat kelaminnya serta daerah sekitarnya dengan tangan kiri yang di bungkus kain (sarung tangan), dan saat membersihkan atau menggosok- gosok aurat (seperti anggota di antara pusar dan lutut) juga harus menggunakan penghalang, seperti sarung tangan atau kain. Setelah itu segera di siram dengan air yang banyak.
5.      Mengambil kain lain yang di basahi untuk membersihkan gigi dan lubang hidung dengan jari telunjuk tangan kiri serta membersihkan kotoran yang ada pada kuku, telinga dan mata.
6.      Mewudhukan mayat persis seperti wudhunya orang yang hidup, baik rukun dan syaratnya.
7.      Menyisir rambut dan jenggot dengan pelan- pelan.
8.      Mengguyurkan air yang telah di campur daun bidara atau sabun ke anggota badan depan mayat sebelah kanan mulai leher sampai kaki, serta menggosok- gosok tubuh mayat dengan pelan- pelan. Kemudian di lanjutkan bagian tubuh sebelah kiri.
9.      Mayat di miringkan ke kiri, lalu mengguyurkan air pada bagian belakang sebelah kanan mulai tengkuk sampai ujung kaki.
10.  Mengguyur seluruh tubuh mayat mulai kepala sampai kaki dengan air yang murni (tidak di campur daun bidara atau sabun) sebanyak dua kali. Basuhan ini untuk membilas sisa- sisa daun bidara atau sabun.
11.  Mengguyur seluruh tubuh mayat dengan air yang dicampur sedikit kapur barus yang tidak sampai merubah kemutlakan air sebanyak tiga kali dengan niat.[11] Setelah itu disiram dengan air murni.
12.  Mengeringkan mayat yang telah di mandikan dengan handuk.[12]
MENGKAFANI MAYAT
        Sebelum mayat selesai di mandikan hal- hal yang harus segera di persiapkan adalah kapas yang telah di beri wewangian dan kain kafan yang  juga telah di beri wewangian. Untuk kain kafan yang lebih utama jumlahnya adalah sebagai berikut,
·      Untuk mayat laki- laki di siapkan lima lembar kain kafan bersih warna putih yang terdiri dari tiga kain lembar, baju kurung, dan sorban.
·      Untuk mayat perempuan di siapkan lima lembar kain kafan yang terdiri dari dua lembar kain lebar, baju kurung, kerudung, dan sarung.
Tata cara mengkafani
1.      Letakkan lembaran- lembaran kain lebar, baju kurung lalu sorban (untuk mayat laki- laki) atau sarung, baju kurung, dan kerudung (untuk mayat perempuan).
2.      Letakkan (mayat yang telah selesai di mandikan dan di taburi wewangian) di atas kain kafan dengan posisi terlentang dan posisi tangan di dekatkan.
3.      Letakkan kapas yang telah di beri wewangian pada anggota- anggota tubuh yang berlubang. Anggota tubuh tersebut meliputi kedua mata, kedua lubang hidung, kedua telinga, dan mulut. Selain itu juga letakkan kapas pada kening mayat, kedua telapak tangan, di antara kedua pergelangan tangan. Kedua lutut, dan di antara jari- jari tangan, dan di antara jari- jari kaki, serta anggota tubuh yang terluka.
4.      Kedua pantat mayat di ikat dengan kain.[13]
5.      Kemudian di bungkus dengan kain kafan.
MENSHOLATI MAYIT
Syarat- syarat sholat jenazah, yaitu
1.      Mayat telah selesai di mandikan dan suci dari najis, baik tubuh, kafan, ataupun tempatnya.
2.      Orang yang mensholati mayat telah memenuhi syarat sah melakukan sholat.
3.      Jika sholat di lakukan di luar masjid, jarak antara mayat dan orang yang mensholati tidak melebihi 300 dziro (± 150 m).
4.      Orang yang sholat berada di belakang jenazah jika jenazahnya laki- laki. Bagi imam atau munfarid (orang yang sholat sendirian) sebaiknya berdiri tepat pada bagian kepala mayat. Sedang bila jenazah perempuan maka posisi yang menyolati tepat pada pantat mayit.
5.      Tidak ada penghalang antara mayat dan orang yang mensholati.
6.      Orang yang sholat berada di dekat mayat jika mayat yang di sholati tidak ghaib.
Rukun- rukun sholat jenazah
1.      Niat
2.      Berdiri bagi yang mampu
3.      Takbir empat kali dengan menghitung takbiratul ikhram
4.      Membaca surat Al- Fatikhah
5.      Membaca sholawat pada Nabi SAW setelah takbir kedua
6.      Mendo’akan mayat setelah takbir ketiga
7.      Salam
MENGUBUR MAYIT
        Sebelum jenazah di berangkatkan ke tempat pemakaman, liang kubur harus sudah siap. Begitu pula semua peralatan pemakaman, seperti papan, batu nisan, dan lain- lain. Ukuran liang kubur adalah, panjang = sepanjang  jenazah di tambah kira- kira setengah (0,5) m, lebar = ± 1 m, dalamnya = setinggi postur tubuh manusia di tambah satu hasta (± 60 cm).

Proses pemberangkatan jenazah antara lain:
1.      Pelepasan jenazah. Setelah selesai di sholati, kemudia keranda jenazah di angkat, setelah itu salah satu dari wakil keluarga memberikan kata sambutan yang isinya sebagai berikut:
a.       Meminta maaf kepada para hadirin
b.      Pemberitahuan tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada ahli waris
c.       Persaksian baik kepada mayarakat
d.      Menyampaikan sekelumit mauidzoh hasanah
2.      Cara mengantar jenazah
a.       Pada dasarnya mengangkat jenazah bisa di lakukan dengan berbagai cara. Namun, yang di sunnahkan adalah meletakkan jenazah di keranda, dengan di angkat oleh empat orang, (dua orang di depan dan dua orang lainnya di belakang). Untuk pengusung sebaiknya di lakukan oleh orang laki-laki.
b.      Dalam pengusungan jenazah, hendaknya posisi kepala jenazah berada di depan.
c.       Pengiring jenazah sebaiknya ada di depan dan dekat dengan jenazah, sehingga jika menoleh kebelakang bisa melihatnya.
d.      Mengiring dengan jalan kaki lebih baik dari pada berkendaraan.
e.       Bagi pengiring di sunnahkan berjalan agak cepat.
f.       Makruh hukumnya berbicara (ramai-ramai) meskipun dengan bacaan Al-Qur’an dan dzikir ketika mengiringi jenazah.
g.      Makruh mengiring jenazah bagi perempuan, serta mengiringnya dengan menyalakan semacam api.
3.      Proses pemakaman jenazah
Dalam penguburan mayat di kenal dengan dua jenis liang kubur, yaitu liang cempuri dan liang landak. Setelah liang kubur di siapkan, berikutnya melakukan proses pemakaman dengan urutan cara sebagai berikut:
a.    Setelah jenazah sampai di tempat pemakaman, keranda diletakkan diarah posisi kaki mayat.
b.   Kemudian sacara perlahan, jenazah dikeluarkan dari keranda, dimulai dari kepalanya, kemudian di angkat dengan posisi agak miring dan kepala menghadap kiblat.
c.    Lalu di serahkan pada orang yang ada di dalam kubur yang telah bersiap-siap untuk menguburkannya.
d.   Kemudian jenazah di letakkan pada tempat tersebut (dasar makam) dalam posisi menghadap (miring) kearah kiblat. Tali-tali (terutama yang ada pada bagian atas) segera di lepas agar wajah jenazah terbuka. Setelah itu, pipi jenazah di tempelkan pada tanah.
e.    Setelah itu, salah satu di antara pengiring membaca adzan dan iqomat di dalam kubur. Kemudian mayat di tutup dengan papan.
f.    Di sunnahkan memberi atau memasang dua nisan, menaburkan bunga, memberi minyak wangi, meletakkan kerikil, serta memercikan air di atas makam.
g.   Selanjutnya, salah satu wakil keluarga atau orang yang ahli ibadah men-talqinkan mayat. Orang yang men-talqin duduk dengan posisi menghadap ketimur dan lurus dengan kepala mayat. Sedangkan bagi penta’ziah sebaiknya berdiri. [14]
 IV.       SIMPULAN
Ø Hukum merawat Jenazah adalah fardhu kifayah.
Ø Langkah- langkah penanganan mayat yaitu:
1.    Ketika sakatul maut atau menjelang ajal maka: menghadapkannya kearah kiblat, menuntunnya membaca kalimat لااله الاالله, membacakan surat Yasin dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan suara lirih, dan memberi minum.
2.    Beberapa langkah yang  di anjurkan setelah ruh dicabut, yaitu: memejamkan kedua mata si mayit, mengikat dagunya keatas kepala, melemaskan seluruh persendian, melepaskan pakaiannya dan menutup tubuhnya dengan kain yang tipis, meletakkan jasadnya pada tempat yang agak tinggi, menghadapkannya ke arah kiblat, meletakkan sesuatu yang agak berat di atas perutnya, membakar atau menaburkan wewangian di sekitar tempatnya, mengumumkan berita kematiannya, dan membebaskan segala tanggungan hutang atau lainnya.
Ø Kewajiban- kewajiban Muslimin terhadap saudara- saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara yaitu, memandikannya, mengkafani, menyolatkannya, dan menguburkannya.

    V.       PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada penulis demi perbaikan makalah yang akan datang.













DAFTAR PUSTAKA

Alhamdani, H.S.A.. 1960. Risalah Djanaiz. Bandung: PT Al-Ma’arif.

ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2011. Koleksi Hadits- Hadits Hukum Jilid 3 cet.1 edisi ketiga. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Furqon, Ahmad. 2009. Laporan Penelitian Individual Tuhfah al-Athfal Wa Hilyah Abna al-Kamal.

Marzuqi, Ahmad Idris. 2012. Kado Turats Tuntunan Praktek Ibadah Terspesial. Lirboyo: Lirboyo Pers.

Rifa’I, Moh.. 1978. Fiqh Islam Lengkap. Semarang: CV Toha Putra.

Saleh, H.E.Hassan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.




[1] Ahmad Furqon,Lc.Ma., Laporan Penelitian Individual Tuhfah al-Athfal Wa Hilyah Abna al-Kamal, 2009, hlm. 308
[2] K.H. Ahmad Idris Marzuqi, Kado Turats Tuntunan Praktek Ibadah Terpsesial (Lirboyo: Lirboyo Pers, 2012), hlm. 187
[3] Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 3 cet. 1 edisi ketiga (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2011), hlm. 7
[4] H.E.Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 227
[5] Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., hlm. 7
[6] K.H. Ahmad Idris Marzuqi, op.cit., hlm. 187
[7] H. S. A. Alhamdani, Risalah Djanaiz (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1960), hlm. 34
[8] Ibid., hlm. 36
[9] Ibid., hlm. 39
[10]  Drs. H. Moh. Rifa’i, Fiqh Islam Lengkap (Semarang: CV. Toha Putra, 1978), hlm. 288
[11] K.H. Ahmad Idris Marzuqi, op.cit., hlm. 190-198
[12] H.E.Hassan Saleh, op.cit., hlm. 231
[13] K.H. Ahmad Idris Marzuqi, op.cit., hlm. 200-204
[14] Ibid., hlm. 211- 218

Tidak ada komentar:

Posting Komentar