SISTEM POLITIK
INDONESIA
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen
Pengampu: Syamsul Ma’arif M.Ag

Oleh:
Umi
Kulsum 123111156
Umi
Mukaromah 123111157
Putri
Damayanti 123111130
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan
politik dapat dan sering di gunakan sebagai alat untuk melegitimasi ataupun
melanggengkan sistem dan struktur sosial politik yang ada. Namun sebaliknya
pendidikan politik juga dapat memainkan peran yang penting untuk suatu
perubahan atau transformasi sosial politik menuju ke sistem yang lebih
demokratis dan adil. Dengan demikian posisi peran pendidikan politik sangat
bergantung pada paradigma ataupun ideologi yang di anut dan mendasari suatu
kegiatan politik. Kita memahami politik itu sebagai keseluruhan sikap, perilaku
dan perbuatan kita dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang di
landasi nilai-nilai pancasila, dan dalam lembaga-lembaga serta struktur yang di
sepakati dalam konstitusi kita, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dengan
demikian politik itu bersifat dinamis, mampu memperbaharui diri sesuai dengan
perkembangan zaman.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apakah pengertian sistem politik?
B. Bagaimanakah budaya politik di
Indonesia?
C. Bagaimanakah politik demokrasi di
Indonesia?
D. Bagaimanakah partai politik di
Indonesia?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sistem Politik
Sistem
adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. Dan
politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis
yang artinya negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai
macam kegiatan dalam negara atau kehidupan negara.[1]
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara. Politik pada
dasarnya menyangkut tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya
menyangkut kegiatan partai politik, tentara, dan organisasi kemasyarakatan.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat
tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Definisi sistem politik
Ø Menurut Drs. Soekarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip,
yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan
hubungan negara dengan negara.
Ø Menurut Rusadi Kartaprawira, sistem politik yaitu mekanisme atau cara kerja
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu
sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langgeng.
Sistem
politik di Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai
kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk
proses penentuan tujuan, upaya- upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan,
seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Politik adalah semua lembaga-
lembaga negara yang tersebut dalam konstitusi negara termasuk fungsi
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam penyusunan keputusan- keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya
kerjasama yang baik antara suprastruktur politik (lembaga- lembaga negara)
sehingga memudahkan terwujudnya cita- cita tujuan masyarakat atau negara.
Lembaga- lembaga tersebut diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden
dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Lembaga- lembaga ini yang akan membuat keputusan- keputusan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
B.
Budaya Politik di Indonesia
Gabriel A. Almond
dan G. Bingham Powell mendefinisikan
bahwa budaya politik adalah bisikan sikap, keyakian, nilai, dan keterampilan
yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus
yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi. Beberapa substansi
dari budaya politik adalah sebagai berikut :
· Konsep budaya politik lebih
mengedepankan berbagai perilaku non aktual ketimbang berbagai perilaku aktual.
Perilaku non aktual misalnya adalah orientasi, sikap, nilai, dan
kepercayaan-kepercayaan.
· Hal- hal yang diorientasikan dalam
budaya politik adalah sistem politik. Ini artinya pembicaraan tentang budaya
politik tidak bisa lepas dari pembicaraan sistem politik.
· Budaya politik merupakan deskripsi
konseptual yang menggambarkan komponen- komponen budaya politik dalam tataran
masif atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan
perindividu.
Bangsa-bangsa
yang sedang berkembang diperkenalkan dengan dua model partisipasi politik
modern yang saling berbeda, yaitu yang bersifat demokratis dan totaliter.
Negara demokratis memberi orang-orang awam suatu kesempatan untuk mengambil
bagian dalam proses pembuatan keputusan politik sebagai warga negara yang
berpengaruh. Adapun negara yang totaliter memberikannya “tugas partisipan”.
Kedua model itu mempunyai daya tarik bagi bangsa-bangsa baru, yang mana
diantaranya akan berhasil jika terjadi perpaduan antara keduanya.[3]
Sebenarnya
pengertian budaya politik membawa kita ke suatu pemahaman konsep yang memadukan
dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi pada
tingkat individu atau yang bersifat individual itu tidaklah berarti bahwa dalam
memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak
ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian pandangan ini melihat
aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya
fenomena dalam masyarakat tertentu, yang semakin mempertegas bahwa masyarakat
secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual. Lebih
jauh Almond dan Verba melihat bahwa dalam pandangan tentang obyek politik terdapat
tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif dan evaluatif. [4]
Klasifikasi
atau tipe-tipe budaya politik menurut uraian Almond dan Verba adalah
sebagai berikut:
· Budaya politik parokial. Artinya
masyarakat pada budaya ini mengalami proses apriori
terhadap persoalan-persoalan politik atau bahkan lebih ekstrimnya “ apolitik “.
· Budaya politik subjek atau kaula. Disini
terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap sistem yang diferensiatif dan
aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap objek-objek
input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipasi yang aktif,
mendekati nol.
· Budaya politik partisipan. Yakni, suatu
bentuk kultur yang anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara
eksplisit terhadap sistem berbagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses
politik serta administratif.[5]
C.
Politik Demokrasi di Indonesia
Dalam
negara republik Indonesia, keterbukaan bukanlah suatu ideologi. Bila
keterbukaan menjadi ideologi, semua hal dapat dikorbankan. Sebaliknya,
keterbukaan hanyalah merupakan wahana yang diperlukan agar demokrasi dapat
berfungsi dengan semestinya. Keterbukaan adalah salah satu unsur demokrasi,
bukan satu-satunya. Oleh sebab itu, keterbukaan dalam budaya politik di
Indonesia akan diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Demokrasi
pancasila yang bertitik tolak dari sila ke empat pancasila adalah suatu
demokrasi yang norma-norma pokoknya telah diatur dalam UUD 1945. Karena
pancasila merupakan suatu kebulatan utuh, sila ke empat itu akan selalu dijiwai
dan di integrasikan dengan sila-sila lainnya. Hal ini mengandung makna bahwa
Demokrasi Pancasila akan terjabarkan atau terlaksana secara baik jika disertai
pula dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Hal ini berarti pula bahwa Demokrasi Pancasila
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat serta martabat
manusia dan memperkokoh nilai-nilai kesatuan bangsa. Kesemuanya itu
dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial.[6]
Dewasa
ini, wacana transisi demokrasi dan konsolidasi demokrasi secara bersamaan,
makin menguat ke permukaan seiring dengan mulai berjatuhannya rezim-rezim
komunis, rezim militer dan rezim-rezim otoriter lainnya. Ini artinya, proses
transisi sekaligus proses konsolidasi demokrasi telah menemukan momentumnya.
Menurut Anas Urbaningrum paling tidak
ada beberapa agenda untuk memperpendek periode transisi dan segera memasuki
periode konsolidasi demokrasi, khususnya untuk kasus Indonesia, yakni sebagai
berikut :
1. Pembangunan sistem kepartaian yang mampu
mendorong tumbuhnya partai-partai politik yang sehat dan fungsional.
2. Penyelenggaraan pemilu yang semakin
demokratis, baik untuk memilih wakil-wakil rakyat di parlemen maupun untuk
memilih pejabat eksekutif, pada tingkat nasional maupun lokal.
3. Memperjelas dan mematangkan hubungan
sipil-militer yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
4. Melanjutkan proyek otonomi daerah yang
melahirkan hubungan pusat-daerah yang produktif dan adil.
5. Pengembangan perilaku kepemimpinan pada
berbagai tingkatan pemerintahan, yang terbukti, toleran, bermoral, taat hukum,
dan patuh pada konstitusi.
6. Pengembangan budaya politik demokrasi
yang berakar pada egalitarianisme dan pluralisme.[7]
D.
Partai Politik di Indonesia
Partai
politik adalah sebuah organisasi sosial politik yang dibentuk oleh sejumlah
warga masyarakat berdasarkan sejumlah cita-cita, kehendak, dan idealisme,
sebagaimana yang dijamin dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia.
Sebuah partai politik memiliki kebebasan penuh untuk menganut ideologi apapun
yang disepakati bersama. Kedaulatan partai politik berada di tangan anggotanya
masing-masing, yang secara kelembagaan biasanya disalurkan melalui kongres
anggota. Tiap-tiap partai politik mempunyai ciri masing-masing berdasarkan
ideologi, tujuan dan programnya. Dalam ilmu politik, partai politik mempunyai
fungsi-fungsi pokok seperti fungsi agresi kepentingan, fungsi artikulasi
kepentingan, fungsi komunikasi politik, dan fungsi mobilisasi politik. Berbagai
fungsi tersebut tentunya belum tentu dijalani sepenuhnya oleh suatu partai
politik.[8]
Selain
gerakan politik, dewasa ini salah satu wajah yang menjadi fenomena dan menjadi
gejala serba hadir dalam setiap komunitas masyarakat atau negara adalah gerakan
sosial ( social movement ) ataupun gerakan sosial baru ( new social movement ).
Gerakan ini, dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan dan perubahan,
baik orientasi maupun model gerakan. Hal ini karena mereka mengikuti isu sosial
yang cenderung berubah-ubah pula. Perbedaan gerakan sosial dengan partai
politik terletak pada ciri-cirinya.[9]
Seperti
di ketahui bersama semua partai politik yang ada di Indonesia semenjak awal
tahun-tahun kemerdekaan adalah miskin dana. Dana yang tersedia banyak berada
disektor birokrasi pemerintah yang berkewajiban mengelola dan mempertanggung
jawabkan secara baik dan benar kepada rakyat. Selain itu dalam birokrasi
pemerintah yang strukturnya mulai dari pusat pemerintahan sampai ke struktur di
bawah di desa-desa di tempati oleh sumber daya manusia yang besar sekali.
Sumber daya manusia ini bisa di rebutkan untuk mendukung partainya.
Upaya
untuk merebut posisi para departement-departement tertentu merupakan program
partai yang tidak terang-terangan tampil di permukaan akan tetapi merupakan
minat yang paling besar. Di tilik dari pemikiran yang sederhana ini, maka upaya
partai politik mempengaruhi, menguasai, dan mengeksploitasi birokrasi
pemerintah beserta sumber-sumbernya untuk kepentingan partainya. Birokrasi
pemerintah akan senantiasa menjadi incaran partai politik yang berkuasa untuk
membangun bangunan politiknya.[10]
Partai
politik di Indonesia senantiasa berpijak pada lima aliran besar yang melingkupi
nasionalisme radikal, tradisionalisme Jawa, Islam, Sosialis Demokrat, dan Komunisme,
meskipun dalam perjalanannya mengalami ‘kembang kempis’ (fluktuatif). Kelima aliran ideologi tersebut pada pemilu 1955
cenderung mewarnai empat partai besar pemenang pemilu, yakni PNI, MASYUMI, NU,
dan PKI. Dengan fenomena empat parpol tersebut terjadi perdebatan yang
berkepanjangan dalam menentukan konstitusi Indonesia, apakah bersifat sekuler
atau Islam.
Pemilu
yang berlangsung diera Soeharto (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997) menjadi
tidak menarik karena menggunakan proporsional tertutup dan penyederhanaan
parpol peserta pemilu menjadi tiga partai (GOLKAR, PPP, dan PDI). Dan
lengsernya Soeharto merupakan cikal bakal lahirnya Pemilu 1999 yang membuka
kembali penghargaan terhadap kemajemukan politik yang telah lama hilang.
Sebelum pemilu 1999, ideologi dikalangan parpol bercorak elitis-populis
(atas-bawah) dan pro-Orde Baru- anti Orde Baru (kanan-kiri).[11]
IV.
SIMPULAN
Sistem
politik di Indonesia merupakan kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses
penentuan tujuan, upaya- upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan,
seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Budaya politik membawa kita ke suatu
pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan
individu. Namun tingkat individu atau yang bersifat individual itu tidaklah
berarti bahwa dalam memandang sistem politik kita menganggap masyarakat akan
cenderung bergerak ke arah individualisme.
Sebuah
partai politik memiliki kebebasan penuh untuk menganut ideologi apapun yang
disepakati bersama. Kedaulatan partai politik berada di tangan anggotanya
masing-masing. Tiap-tiap partai politik mempunyai ciri yang berbeda berdasarkan
ideologi, tujuan dan programnya masing-masing. Untuk mencapai sistem politik
yang ideal maka sangat diperlukan adanya pengembangan perilaku kepemimpinan
pada berbagai tingkatan pemerintahan, yang terbukti, toleran, bermoral, taat
hukum, dan patuh pada konstitusi. Selain itu pembangunan sistem kepartaian yang
mampu mendorong tumbuhnya partai-partai politik yang sehat dan fungsional juga
sangat urgen.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada penulis demi perbaikan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian
dan Nazaruddin Sjamsuddin. 1991. Profil
Budaya Politik Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Budiarjo,
Mariam., et all. 2003. Dasar- Dasar Ilmu
Politik. Gramedia.
Fakih,
Mansour., et all. 1999. Panduan
Pendidikan Politik untuk Rakyat. Yogyakarta: Institut for Social
Transformation.
Gatara,
A.A. Said dan Moh Dzulkiah Said. 2007. Sosiologi
Politik. Bandung: CV Pustak Setia.
Murshadi.
1999. Ilmu Tata Negara. Bandung:
Rhineka Putra.
Pickles,
Dorothy. 1991. Pengantar Ilmu Politik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pilihan
Artikel Prisma. 1991. Analisa Kekuatan
Politik di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Sirozi,
M. 2005. Politik Pendidikan. Jakarta:
PT Grafindo Persada.
Thoha,
Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[2] Murshadi, Ilmu Tata Negara
(Bandung: Rhineka Putra, 1999), hlm.31
[3] A.A Said Gatara, M.Si. dan Moh. Dzulkiah Said, M.Si., Sosiologi Politik (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2007 ), hlm. 237-240
[4] Alfian
dan Nazaruddin Sjamsuddin, Profil Budaya
Politik Indonesia (Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 1991), hlm. 21
[8] DR Mansour
Fakih, et all., Panduan Pendidikan
Politik untuk Rakyat (Yogyakarta: Institut for Social Transformation, 1999
), hlm. 52-54
[9] A.A. Said Gatara, M.Si.,
op.cit., hlm. 223
[10] Prof.
Dr. Miftah Thoha, MPA, Birokrasi dan
Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003 ), hlm. 178-179
Tidak ada komentar:
Posting Komentar