ISLAM DI EROPA
Disusun Oleh:
Umi Mukaromah
I.
PENDAHULUAN
Di awal abad ke-7 masehi, ketika Nabi Muhammad memulai misinya di
negeri Arab, seluruh pantai laut tengah merupakan bagian dari dunia masyarakat
Kristen, yaitu sepanjang Eropa, Asia, dan pantai Afrika Utara.[1]
Setelah berakhirnya periode klasik, ketika Islam mulai memasuki kemunduran,
Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat
dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kemajuan-kemajuan
Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi, hal itulah yang mendukung keberhasilan politiknya.
Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak dapat dipisahkan dari
pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah,
Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa
keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting
menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak
belajar di beberapa perguruan tinggi di sana. Islam menjadi guru bagi Eropa.
Oleh karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para
sejarawan.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
masuknya Islam di Eropa?
B.
Bagaimana
perkembangan Islam di Eropa?
C.
Bagaimana
pengaruh peradaban Islam di Eropa?
III.
PEMBAHASAN
A.
Masuknya Islam di Eropa
Eropa diduduki umat Islam pada zaman
khalifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah Bani Umayah yang berpusat
di Damaskus.[2] Pada tahun 27 H, Utsman
memerintahkan Abdullah ibn Nafi ibn Abdi Qais dan Abdullah ibn Nafi ibn Hushayn
untuk menyerang Andalusia dari laut. Utsman
juga menulis surat kepada pasukan yang berangkat ke sana
yang berbunyi: “Konstantinopel dapat ditaklukkan dari laut. Jika kalian
berhasil menaklukkan Andalusia, kalian mendapat pahala di akhirat seperti
mereka yang menaklukkan Konstantinopel”. Pasukan muslim bergerak dengan tekad
yang kuat membaja untuk menaklukkan Andalusia, dan mereka dapat menjalankan
misi itu dengan sukses.[3]
Dalam proses penakhlukan Andalusia-Spanyol,
terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin
satuan pasukan ke wilayah Eropa. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin
Ziyad, dan Musa bin Nushair.[4] Adapun faktor-faktor yang mempermudah Andalusia jatuh ke tangan muslimin,
antara lain:
a)
Besarnya
semangat dan kuatnya tekad kaum muslimin untuk menyebarluaskan agama Islam di
kalangan seluruh umat manusia dimana saja.
b)
Di
Tanjah sudah terdapat 17.000 orang pasukan muslimin Berber di bawah pimpinan
Thariq bin Ziyad.
Gelombang perluasan wilayah
berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abd Al-Aziz tahun 99
H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan
Pyreania dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum
muslimin ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau
Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki
di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir, Islam memainkan
peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari 7,5 abad, dan Islam
Spanyol telah berkembang dengan pesatnya yang pada gilirannya mampu membawa
dampak yang sangat besar bagi dunia keilmuan dan pengetahuan yang terjadi di
Eropa pada umumnya.[6]
B.
Perkembangan Islam di Eropa
Di Spanyol banyak kota-kota Islam
yang masyhur dan menjadi pusat peradaban Islam seperti Sevilla, Cordova,
Granada, Murcia dan Toledo. Yang terbesar adalah Cordova dan Granada.
1.
Cordova
Kota ini terletak di sebelah selatan lereng gunung Sierra de
Cordova di tepi sungai Guadalquivir. Sebelum Spanyol ditaklukan oleh tantara
Islam tahun 711 M, Cordova adalah ibu kota kerajaan Kristen Visigoth, sebelum
dipindahkan ke Toledo. Di bawah pemerintahan kerajaan Visigoth, Cordova
yang sebelumnya makmur menjadi mundur. Kemakmurannya bangkit kembali di masa
kekuasaan Islam.[7]
Semasa pemerintahan Abdurrahman An Nashir (912-961 M), Abdurrahman III,
Cordova diperindah dan diperluas, istana-istana kecil didirikan seperti al
Mubarak, al Kamil, ar Roudah dan lain-lain. Sedang yang terindah adalah az
Zahra. Pada masa ini terdapat pula Universitas Cordova. Universitas ini dijadikan satu
dengan Masjid Cordova. Pada saat itu Cordova menjadi kota budaya di daratan Eropa. Cordova, Konstantinopel dan Baghdad
merupakan tiga pusat kebudayaan dunia.[8]
Tahun 1236 M, Cordova dirampas oleh Raja
Alfonso VII dari Castilia, maka hilang pula pusat kebudayaan dunia di sebelah
barat beserta masjid raya Cordova yang didirikan oleh amir-amir Umayyah di
Andalusia, perpustakaan yang didirikan oleh Hakam II dengan buku- bukunya dari
segala cabang ilmu. Kehilangan itu
terus berlanjut kota demi kota, menyusul Sevilla, Malaga dan Granada. Akhirnya
umat Islam beserta raja Bani Ahmar terakhir, Abu
Abdullah harus terusir dari Andalusia.[9]
2.
Granada
Kota Granada terletak di tepi sungai Genil di kaki gunung Sierra
Nevada, berdekatan dengan pantai laut Mediterania (Laut Tengah). Granada semula
adalah tempat tinggal orang Iberia, kemudian menjadi kota orang Romawi dan baru
terkenal setelah berada di tangan orang-orang Islam. Kota ini berada di bawah
kekuasaan Islam hampir bersamaan dengan kota-kota lain di Spanyol.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, kota ini disebut Andalusia
Atas.

Pada abad ke-12, Granada menjadi kota terbesar kelima di Spanyol.
Kota ini dikelilingi oleh tembok. Struktur penduduknya terdiri dari campuran
berbagai bangsa, terutama Arab, Barbar dan Spanyol yang menganut tiga agama
besar yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Sejak abad ke-13 Granada diperintah oleh
dinasti Nasrid selama kurang lebih 250 tahun. Pada masa inilah dibangun sebuah
istana indah dan megah yang terkenal dengan nama istana al-Hambra, berarti
merah. Batu-batu dan ornamen yang terdapat di dalamnya hampir seluruhnya
berwarna merah. Istana ini dibangun oleh arsitek-arsitek muslim pada tahun 1238
M dan terus dikembangkan sampai tahun 1358 M. Istana ini terletak di sebelah
timur al-Kazaba, sebuah benteng tentara Islam. Granada terkenal dengan tembok
dan 20 menara yang mengitarinya. Pada masa pemerintah Muhammad V (1354-1392 M)
Granda mencapi puncak kejayaanya, baik dalam arsitektur maupun dalam bidang
politik. Akan tetapi menjelang akhir abad ke-15 pemerintaha menjadi lemah terutama
karena perpecahan keluarga. Pada tahun 1492, kota ini jatuh ke tangan penguasa
Kristen, yaitu raja Ferdinand dan Isabella.
Selanjutnya, tahun 1610 M orang-orang Islam diusir dari kota ini oleh Penguasa
Kristen. [10]
Setelah kekuasaan orang-orang al Muwahhidin di Andalusia melemah, pemerintahan
ini kembali terpecah-pecah
menjadi pemerintahan-pemerintahan kecil yang lemah dan saling bertikai. Dimulai
dari peristiwa pengkhianatan penguasa di Granada antara Abdullah Muhammad bin
Ali (892-897 H) dengan Ferdinand. Granada jatuh pada tanggal 2 Janari 1492.[11] Dengan
jatuhnya Granada ke tangan Ferdinand yang beragama Nasrani, Andalusia kemudian
lepas selamanya dari tangan kaum muslimin. Setelah itu orang- orang Nasrani
melakukan pemusnahan terhadap kaum muslimin dan melancarkan program
kristenisasi untuk menghilangkan peradaban Islam yang telah berlangsung selama tujuh setengah
abad di Andalusia.[12] Dan Andalusia
memiliki sejumlah ulama cendikiawan muslim diantaranya Ali ibnu Hazm,
Ibnu Khatib, dan Ibnu
khaldun.[13]
Menurut Badri Yatim, sejarah panjang Islam di Spanyol dapat dibagi dalam
enam periode.
1. Periode pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat
di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai
secara sempurna, berbagai gangguan masih terjadi baik yang datang dari luar
maupun dari dalam.
2. Periode kedua (755-915 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I
yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M. Saat periode ini, umat Islam Spanyol
mulai memperoleh kemajuan baik dalam bidang politik maupun peradaban.
Abdurrahman mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar
Spanyol.
3. Periode ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari
pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir”. Umat Islam di Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi daulah Abbasiyah di Baghdad.
Abdurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki
ratusan ribu buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan
kemakmuran yang tinggi.
4. Periode keempat (1013-1086 M)
Pada masa ini Spanyol sudah tercepah-pecah
menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada
periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat
di suatu kota seperti Sevilla, Cordova,
Toledo dan sebagainya. Pada periode ini umat Islam di Spanyol kembali memasuki
pertikaian intern. Ironisnya jika terjadi perang saudara, ada di antara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Namun, walaupun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode
ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu sisi istana ke istana lain.
5. Periode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih
terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan,
yakni kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun
(1146-1235 M). Dalam perkembangan selanjutnya, pada periode ini kekuasaan Islam
Spanyol dipimpin oleh penguasa-penguasa yang lemah sehingga mengakibatkan
beberapa wilayah Islam dapat dikuasai oleh kaum Kristen. Tahun 1238 M Cordova
jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Sevilla jatuh pada tahun 1248 M. Hampir
seluruh wilayah Spanyol Islam lepas dari tangan penguasa Islam.
6. Periode keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya berkuasa di
Granada di bawah Dinasti Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami
kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi, secara politik,
dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang
merupakan pertahanan terakhir di Spanyol
ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan
kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena
menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja, Ia memberontak
dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan
digantikan oleh Muhammad bin Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan
kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah, dan Abu Abdullah naik tahta.
Ferdinand dan Isabella akhirnya mempersatukan
dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan, dan akhirnya mereka menyerang
balik terhadap kekuatan Abu Abdullah. Abu Abdullah tidak kuasa menahan
serangan-serangan penguasa Kristen tersebut sehingga pada akhirnya kalah. Abu
Abdullah akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Issabella,
sedangkan Abu Abdullah hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian, berakhirlah
kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Pada tahun 1609 M, boleh
dikatakan tidak ada lagi umat Islam di wilayah ini. Walaupun Islam telah
berjaya dan dapat berkuasa di sana selama hampir tujuh setengah abad lamanya.[14]
C.
Pengaruh Peradaban Islam di Eropa
Kemajuan Eropa yang terus berkembang
hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam
yang berkembang di periode klasik. Banyak saluran bagaimana peradaban Islam
mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia, dan perang Salib, tetapi saluran yang
terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik
dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun
perekonomian dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa
Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara
tetangga Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains. Yang terpenting di
antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu
taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles
dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia
mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme
dan antropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di
Eropa timbul gerakan Averroeisme yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja
menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini. Berawal dari
gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M
dan rasionalisme pada abad ke-17 M.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd ke Eropa
berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di
universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville,
Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif
menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu
adalah Toledo. Setelah pulang, mereka mendirikan sekolah dan universitas. Di
dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
dan filsafat.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (rebaissance)
pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembnagnya pemikiran Yunani di
Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan
kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat
kejam, tetapi ia telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa.
Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance)
pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M,
rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklaerung)pada abad
ke-18 M.[15]
IV.
KESIMPULAN
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga
jatuhnya kerajaan Islam terakhir, Islam memainkan peranan yang sangat besar.
Masa itu berlangsung lebih dari 7,5 abad, dan Islam Spanyol telah berkembang
dengan pesatnya yang pada gilirannya mampu membawa dampak yang sangat besar
bagi dunia keilmuan dan pengetahuan yang terjadi di Eropa pada umumnya. Di
Spanyol banyak kota-kota Islam yang masyhur dan menjadi pusat peradaban Islam
seperti Sevilla, Cordova, Granada, Murcia dan Toledo. Kemajuan Eropa yang terus
berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu
pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Banyak saluran bagaimana
peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia, dan perang Salib, tetapi
Spanyol Islam menjadi saluran yang terpenting.
V.
PENUTUP
Demikian makalah tentang “Islam di Eropa”.
Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah wawasan keilmuan dan bagi
pemakalah dalam rangka beramal jariyah. Pemakalah menyadari masih banyak
kesalahan dalam penyusunan maupun penyampaian, maka dari itu kritik dan saran
yang membangun sangat pemakalah harapkan demi tegaknya kebenaran dan
menghindari mudharat yang ditimbulkan dari kesalahan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
al Usairy,
Ahmad. 2008. Sejarah
Islam. Jakarta: Akbar Media Aksara.
Amin, Samsul
Munir. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Lewis, Bernad. 1988. Muslim Menemukan Eropa Jakarta: Pustaka Firdaus.
Murad, Musthafa. 2013. Kisah
Hidup Utsman bin Affan. Jakarta: Zaman.
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Media Group.
Shidqi, Amir
Hasan. 1987. Studies
in Islamic History. Bandung: Al
Ma’arif.
Thohir, Muhammad. 1981. Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus.
Jakarta: Penerbit Ikapi.
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam:
Dirasah Islamiyyah II. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
![]() |
[1]
Bernad Lewis, Muslim Menemukan Eropa, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1988), hlm. 1.
[2]
Drs. Samsul
Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm.
159.
[3] Musthafa
Murad, Kisah Hidup Utsman bin Affan, (Jakarta: Zaman, 2013), hlm. 157.
[4]
Drs. Samsul
Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm.
162.
[5] Muhammad
Thohir, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus, (Jakarta: Penerbit
Ikapi, 1981), hlm 249-250.
[6]
Drs. Samsul
Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm.
164-165.
[7] Dr. Badri
Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyyah II (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 291-293
[8] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana Media Group, 2011), hlm. 188.
[10] Dr. Badri
Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyyah II (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 294-295
[12] Ahmad al
Usairy, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar Media Aksara, 2008), hlm.
345-347.
[13] Amir Hasan
Shidqi, Studies in Islamic History, (Bandung: Al Ma’arif, 1987), hlm.
91-92.
[15]
Dr, Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 108-110.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar