KONSEP KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Disusun Oleh:
Umi Mukaromah
I.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci yang dianugerahkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammas SAW untuk seluruh umat manusia. Dalam
Al-Qur’an Allah mengajarkan tauhid, menyapa akal dan perasaan manusia,
menyucikan manusia dengan berbagai ibadah, menunjukkan manusia pada hal-hal
ynag membawa kebaikan dan kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial
manusia, membimbing manusia pada agama yang luhur, mengembangkan kepribadian
manusia ke taraf kesempurnaan insani, menunjukkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Al-Qur’an mempunyai keunggulan-keunggulan yang
membuat istimewa dibandingkan dengan kitab suci lainnya. Al-Qur’an menjadi
mu’jizat, memberikan penjelasan dan memudahkan untuk dipahami. Salah satu isi
dari Al-Qur’an adalah membentuk umat yang sehat. Banyak sekali ayat-ayat dalam
Al-Qur’an yang menunjukkan cara berperilaku sehat, bahkan disebutkan pula bahwa
Al-Qur’an sendiri sebagai obat. Kehebatan Al-Qur’an dalam mengobati penyakit
jiwa telah terbukti keampuhannya tetapi dalam mengobati penyakit fisik belum
banyak dibahas oleh para ahli di bidangnya. Meskipun demikian, kami meyakini
adanya kekuatan atau potensi pada Al-Qur’an sebagai obat penyakit fisik.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah
definisi dari kesehatan?
B.
Bagaimanakah
konsep kesehatan dalam Al-Qur’an?
C.
Bagaimanakah penyembuhan penyakit dengan
Al-Qur’an?
III.
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kesehatan
Menurut World Healt Organization (WHO)
kesehatan adalah kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara utuh dan bukan semata-mata
tidak adanya penyakit dan gangguan.
Pada tahun 1984, WHO mennyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen spiritual
(agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya
sehat dalam arti fisik, psikologi, dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti
spiritual atau agama.[1] Selanjutnya
dalam UU No 36 tahun 2009 Bab 1 Pasal 1, dinyatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Manusia
yang dikatakan sehat adalah manusia yang sehat secara jasmani (fisik),
psikologi (mental), rohaniah (spiritual), dan sosial (kemasyarakatan).[2]
Definisi ini telah mengisyaratkan sifat dasar kesehatan yang kolektif,
namun belum melibatkan Allah sebagai Maha Dokter atau Penyembuh Sempurna,
sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang yang beriman. Meskipun semua orang
tahu bagaimana seseorang menjadi sehat, definisi kesehatan secara tepat tidak
mungkin dirumuskan karena kesehatan merupakan suatu pengalaman subjektif yang
kualitasnya dapat diketahui secara intuitif tetapi tidak pernah dapat
digambarkan atau dikualifikasikan secara tuntas. Jadi pemaknaan kesehatan
tergantung pada pandangan seseorang atau masyarakat tentang organisasi hidup
dan hubungan organisasi hidup itu dengan lingkungannya.[3]
M. Quraish Shihab mengawali bahwasanya Islam menetapkan tujuan pokok
kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan.
Tiga hal yang disebut (jiwa, akal, jasmani) berkaitan dengan kesehatan. Tidak
heran jika ditemukan bahwa Islam sangat kaya dengan tuntunan kesehatan. Paling
tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang
urgensi kesehatan dalam pandangan Islam: pertama, kesehatan dari kata
sehat; kedua, afiat. Dalam bahasa Indonesia, sehat afiat sering menjadi
kata majemuk.
Demikian pula Muhaimin, ia menyimpulkan bahwa manusia adalah perpaduan
anatara tiga unsur ciptaan Allah SWT, yang berupa tubuh (materi), jiwa
(imaterial), dan hayah (unsur hidup). Syari’at Al-Qur’an tentang hidup
sehat dihubungkan dengan tingkat dan derajat keimanan. Artinya, semua aturan
yang ada dalam syari’at Islam mengarah pada terciptanya hidup yang sehat,
lingkungan yang bersih, kebiasaan makan dan minum yang sehat, dan aturan-aturan
lain yang memberikan kontribusi pada kesehatan hidup manusia secara umum.[4]
B.
Konsep Kesehatan dalam Al-Qur’an
1.
Tuhan, manusia, dan alam
Meskipun hakikah Allah atau wujud Allah tidak
dibahas dalam Al-Qur’an, tetapi Allah berdiri di atas seluruh doktrin ajaran
Al-Qur’an. Tanpa Allah tidak akan ada sesuatu pun yang bisa berdiri sendiri.
Manusia menurut Al-Qur’an adalah makhluk
paling mulia di antara semua makhluk, namun mereka dapat terlempar ke tempat
yang serendah-rendahnya, kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih. Manusia
memang memiliki kemampuan yang tidak tersaingi dapat menghasilkan pengetahuan
baru, tetapi mempunyai kelemahan di bidang moral. Tugas Al-Qur’an adalah
membantu manusia di bidang ini sehingga Al-Qur’an menyebut dirinya sebagai “penyembuh
penyakit”, yang oleh kaum muslimin diartikan bahwa petunjuk yang dikandungnya
akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan fisik.[5]
Tubuh manusia merupakan tempat bersemayamnya
ruh, karena itu terdapat suatu hubungan yang sangat erat antara kesehatan tubuh
dan kebahagiaan ruh. Maka ruh dan jiwa saling bergantung dengan tubuh fisik
manusia.[6]
Penciptaan alam merupakan manifestasi kasih
sayang Allah, karena alam semesta itu sendiri tidak mungkin ada dengan
sendirinya. Tanpa kasih sayang Allah yang tidak terbatas maka alam hanyalah
ketiadaan murni tanpa arti. Alam diciptakan oleh Allah bagi umat manusia untuk
dimanfaatkan demi tujuan yang baik.[7]
2.
Kesehatan menurut Al-Qur’an
Kehidupan manusia, termasuk kesehatan
mempunyai beberapa komponen yaitu Tuhan, manusia, alam, dan individu. Apabila
digambarkan maka sistem kesehatan dapat kita gambarkan sebagai berikut:
ALLAH
|
ALAM
|
MASYARAKAT
|
INDIVIDU
|
Panah yang menghubungkan Tuhan dengan alam-individu-masyarakat
adalah sebuah hubungan yang sangat istimewa karena itu adalah bukan hubungan
antara dua hal yang sederajat tetapi hubungan antara Yang Mayor dengan yang
minor.
Ustadz Mustamir mendefinisikan bahwa kesehatan
adalah pengalaman kesejahteraan yang timbul dari perasaan terhubung dengan
sumber kehidupan (Tuhan) yang termanifestasikan dengan adanya keseimbangan
dinamis yang melibatkan aspek fisik psikologis seseorang di dalam melakukan
interaksi dengan dirinya sendiri, lingkungan alam, dan sosial. Konsep ini
adalah dasar pemahaman kita tentang bagaimana pengaruh ibadah formal kita
seperti shalat, puasa, zakat, dan haji terhadap psikologi serta fisik kita
terutama terhadap sistem syaraf dan sistem kekebalan tubuh kita (sistem imun).
Ibadah-ibadah yang kita lakukan dengan ikhlas
dan penuh penghayatan akan membawa pengaruh positif terhadap emosi kita
sehingga menjadi tenang. Emosi yang tenang ini akan berpengaruh kepada sistem
limbik (susunan syaraf pusat program emosi). Sistem limbik ini akan mengatur
sekresi hormon-hormon tertentu (kortisol misalnya) dan hormon-hormon ini akan
mengatur tubuh meningkatkan kekebalan tubuh kita.
Sampai di sini kita telah melihat bagaimana
Al-Qur’an berperan sebagai sumber paradigma atas konsep tentang kesehatan.
Lebih dari itu Al-Qur’an juga berisi saran-saran atau cara-cara kita menjaga
kesehatan kita. Tubuh dan jiwa walaupun merupakan satu kesatuan tetapi keduanya
mempunyai tabiat yang berbeda. Yang pertama tunduk pada hukum fisika, sedang
yang kedua tidak tunduk pada hukum fisika tersebut. Oleh karena itu cara
memeliharanya pun berbeda-beda.[8]
Tentang cara menjaga fisik misalnya, Al-Qur’an
telah memerintahkan kita untuk menjaga kebersihan sebagaimana Allah swt
berfirman:
Dalam Al-Qur’an juga mengingatkan cara makan
dan minum melalui firmannya:
يَا
بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (٣۱)
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf: 31)[10]
Dan juga firmannya:
قُلْ
لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا
أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ
رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ
وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٤٥)
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam
wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa,
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-An’am: 145)[11]
3.
Al-Qur’an sebagai obat
Adapun ayat yang menjelaskan fungsi Al-Qur’an
sebagai obat yaitu:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا
فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (٥۷)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)[12]
وَنُنَزِّلُ
مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ
الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (٨۲)
Dan
Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’: 82)[13]
وَلَوْ
جَعَلْنَاهُ قُرْآَنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آَيَاتُهُ
أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آَذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى
أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ (٤٤)
Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu
bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa
tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah
(patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab?
Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang
mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan,
sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti)
yang dipanggil dari tempat yang jauh." (QS. Fushshilat: 44)[14]
Ketiga ayat di atas menyebutkan Al-Qur’an
sebagai syifa yang biasa diartikan kesembuhan atau obat dan digunakan
juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan. Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang
dimaksud Al-Qur’an sebagai obat adalah bahwa kitab itu dapat melenyapkan
berbagai penyakit hati seperti ragu, nifak, syirik, penyimpangan dan
kecenderungan terhadap kebatilan.
Ketika menafsirkan ketiga ayat di atas,
Quraish Shihab mengemukakan bahwa ada sementara ulama yang memahami bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an dapat menyembuhkan, di samping penyakit-penyakit hati juga
penyakit-penyakit jasmani. Hal ini karena melihat ada potensi besar yang ada di
dalam Al-Qur’an untuk menjadi obat bagi penyakit-penyakit jasmani.[15]
C.
Penyembuhan Penyakit dengan Al-Qur’an
Al-Qur’an menyebut dirinya petunjuk bagi manusia. Kitab ini tentunya bukan
buku sains ataupun buku kedokteran, namun Al-Qur’an menyebut dirinya sebagai
“penyembuh penyakit”, yang oleh kaum muslimin diartikan bahwa petunjuk yang
dikandungnya akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan
fisik.[16]
Al-Qur’an menyebutkan beberapa ayat tentang anjuran mengobati penyakit,
diantaranya:
وَإِذَا
مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (٨۰)
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا
فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (٥۷)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)[18]
ثُمَّ كُلِي مِنْ
كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا
شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٦۹)
Kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 69)[19]
Banyak para mufassir yang menyebutkan bahwa pengobatan ilahiyah (adwiya
ilahiyya) yaitu Al-Qur’an dapat digunakan untuk menyembuhkan
kekacauan-kekacauan fisik dan efisiensinya sebagai penyembuh didasarkan pada
pengaruh spiritual dan fisikalnya.[20]
Agar memperoleh penyembuhan yang optimal, orang yang sakit sebaiknya
mendengarkan Al-Qur’an beberapa jam perhari, setiap ada kesempatan. Ia juga
hendaknya memikirkan dan merenungkan ayat-ayat yang didengarnya. Sebab, tadabbur
(merenungkan) Al-Qur’an dan memahami maknanya juga merupakan bentuk
pengobatan.
Ada ayat-ayat tertentu yang sebaiknya dibaca oleh orang yang sakit, apapun
penyakitnya, mengingat dapat dipastikan bahwa ayat-ayat ini berguna untuk
menyembuhkan segala penyakit. Ayat-ayat tersebut adalah:
1. Membaca surat Al-Fatihah sebanyak tujuh kali
Ini adalah langkah penting dalam setiap pengobatan.
Al-Fatihah adalah surat yang paling agung dalam Al-Qur’an al-karim.
Dalam kalimat-kalimatnya pada surat Al-Fatihah ini, Allah meletakkan
rahasia-rahasia yang tak terhingga. Inilah yang pernah disabdakan oleh
Rasulullah saw, berkaitan dengan surat tersebut: “Demi Dzat yang diriku ada
di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan serupa dengannya (surat al-Fatihah),
dalam Taurat, Injil, Zabur, maupun al-Furqan.”
Alasan membaca sebanyak tujuh kali adalah
karena Allah SWT, menyebutkan surat Al-Fatihah dengan nama as-sab’
al-matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang).
2. Membaca ayat kursi
Ayat kursi adalah ayat 255 dari surat
Al-Baqarah, yakni ayat yang berbunyi:
اللَّهُ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ
وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ
الْعَظِيمُ (۲٥٥)
Lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at
di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka
dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi
langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Al-Baqarah: 255)[21]
Sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah,
ayat kursi adalah ayat teragung dalam Al-Qur’an. Karena itu, ayat ini penting
sekali dalam pengobatan. Salah satu faedahnya adalah Allah SWT akan menjaga
pembacanya dari segala keburukan, kejahatan, atau penyakit.
3. Membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah
آَمَنَ
الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ
بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ
مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ
الْمَصِيرُ (۲٨٥) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا
تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا
إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا
تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (۲٨٦)
Rasul
telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang
lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan
kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali." Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS.
Al-Baqarah: 285-286)[22]
Nabi SAW telah memberitahukan bahwa siapa yang
membaca dua ayat ini pada malam hari, maka keduanya akan menjaga orang tersebut
dari segala kejahatan, penyakit, kesedihan, dan kesusahan.
4. Membaca surat Al-Ikhlas
Sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah SAW,
surat ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an. Di dalam surat ini, Allah
menitipkan sifat-sifat wahdaniyah yang hanya Dia memiliki. Karena itu, Al-Ikhlas
adalah surat yang sangat penting bagi penyembuhan segala penyakit. Akan lebih
baik jika Al-Ikhlas dibaca 11 kali, sesuai jumlah huruf dalam kalimat قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ dan karena ini mengandung i’jaz
(mukjizat) yang dasyat, khusunya dalam surat ini.
5. Membaca dua surat terakhir dari Al-Qur’an
Maksudnya yaitu surat al-mu’awidzatain (dua
surat perlindungan), yaitu surat al-Falaq dan an-Nas.[23]
Perkembangan ilmu dan teknologi telah mempermudah pemahaman
manusia atas perintah dan larangan dari Allah dan Rasul-Nya. Berbagai perintah
dan larangan dalam Al-Qur’an dan sunnah ditujukan salah satunya untuk menjaga
kualitas kesehatan manusia. Larangan untuk mengonsumsi narkoba, misalnya,
secara tak langsung dijelaskan ilmu kedokteran sebagai upaya menjaga kesehatan
akal dan badan menerangkan bahaya narkoba bagi kesehatan. Apa yang dilarang
agama selalu mengandung bahaya bagi pelakunya, dan perintah agama selalu
mengandung kebaikan.
Ibadah sholat, zakat, puasa, dan haji merupakan perintah yang semuanya
ditujukan agar manusia memperoleh kesehatan jasmani dan rohani, duniadan
akhirat. Penelitian modern membenarkan bahwa seperangkat perintah di atas
adalah obat mujarab bagi semua penyakit.[24]
IV.
KESIMPULAN
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosoaal dan ekonomi. Manusia yang dikatakan sehat adalah
manusia yang sehat secara jasmani (fisik), psikologi (mental), rohaniah
(spiritual), dan sosial (kemasyarakatan).
Allah berdiri di atas seluruh doktrin ajaran Al-Qur’an. Tanpa Allah tidak
akan ada sesuatu pun yang bisa berdiri sendiri. Manusia menurut Al-Qur’an
adalah makhluk paling mulia di antara semua makhluk, namun mereka dapat
terlempar ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali mereka yang beriman dan
beramal shalih. Penciptaan alam merupakan manifestasi kasih sayang Allah,
karena alam semesta itu sendiri tidak mungkin ada dengan sendirinya. Kehidupan
manusia, termasuk kesehatan mempunyai beberapa komponen yaitu Tuhan, manusia,
alam, dan individu.
Banyak para mufassir yang menyebutkan bahwa pengobatan ilahiyah (adwiya
ilahiyya) yaitu Al-Qur’an dapat digunakan untuk menyembuhkan di samping
penyakit-penyakit hati juga penyakit-penyakit jasmani. Hal ini karena melihat
ada potensi besar yang ada di dalam Al-Qur’an untuk menjadi obat bagi
penyakit-penyakit jasmani. Ada ayat-ayat tertentu yang sebaiknya dibaca oleh
orang yang sakit, apapun penyakitnya, mengingat dapat dipastikan bahwa
ayat-ayat ini berguna untuk menyembuhkan segala penyakit, antara lain: (1) Membaca
surat Al-Fatihah sebanyak tujuh kali; (2) Membaca ayat kursi; (3) Membaca dua
ayat terakhir surat Al-Baqarah; (4) Membaca surat Al-Ikhlas; dan (5) Membaca
dua surat terakhir dari Al-Qur’an.
V.
PENUTUP
Demikian penjelasan menganai Konsep
Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca
yang budiman dan bagi penulis sebagai ilmu yang bermanfaat. Penulis sadar akan
kurangnya kemampuan kami dalam menyusun makalah, untuk itu penulis menerima
segala kritik dan saran yang membangun demi menghindari mudharat yang
ditimbulkan dari kesalahan dalam makalah ini. Terima kasih penulis ucapkan atas
segala perhatian yang baik dari pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
al-Kaheel, Abd. Daim. 2012. Lantunan Qur’an untuk Penyembuhan.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Aminah, Nina. 2013. Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Departemen Agama. 2009. Al-Qur-an dan Terjemahan. Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi.
Eickelman, Dale F., dkk. 2010. Al-Qur’an Sains dan Ilmu Sosial. Yogyakarta:
eLSAQ Press.
Hawari, Dadang. 1995. Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Khamimudin. 2013. Fiqh Kesehatan: Inspirasi Meraih Hidup Sehat Secara
Kaffah. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.
Pedak, Mustamir. 2010. Qur’anic Super
Healing. Semarang: Pustaka Nuun.
[1]
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur’an:
Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima
Yasa, 1995), hlm. 12.
[2]
Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam
Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 57.
[3]
Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing,
(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 29-30.
[5]
Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing,
(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 40-41.
[6]
Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam
Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 58.
[7]
Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing,
(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 42.
[8]
Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing,
(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 43-45.
[9]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 575.
[10]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 154.
[11]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 147.
[12]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 215.
[13]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 290.
[14]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 481.
[15]
Ustadz Mustamir Pedak, S. Ked, Qur’anic Super Healing,
(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 48-50.
[16]
Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam
Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 105.
[17]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 380.
[18]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 215.
[19]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 274.
[20]
Dale F. Eickelman, dkk., Al-Qur’an Sains dan Ilmu
Sosial, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 82.
[21]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 42.
[22]
Departemen
Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi,
2009), hlm. 49.
[23]
Ir. Abd. Daim al-Kaheel, Lantunan Qur’an untuk
Penyembuhan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012), 73-78.
[24]
Khamimudin, MH., Fiqh Kesehatan: Inspirasi Meraih
Hidup Sehat Secara Kaffah, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2013),
hlm. 126-127.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar