Sabtu, 20 Desember 2014

KONSEP KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN


KONSEP KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Disusun Oleh:
Umi Mukaromah 


I.       PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammas SAW untuk seluruh umat manusia. Dalam Al-Qur’an Allah mengajarkan tauhid, menyapa akal dan perasaan manusia, menyucikan manusia dengan berbagai ibadah, menunjukkan manusia pada hal-hal ynag membawa kebaikan dan kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial manusia, membimbing manusia pada agama yang luhur, mengembangkan kepribadian manusia ke taraf kesempurnaan insani, menunjukkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an mempunyai keunggulan-keunggulan yang membuat istimewa dibandingkan dengan kitab suci lainnya. Al-Qur’an menjadi mu’jizat, memberikan penjelasan dan memudahkan untuk dipahami. Salah satu isi dari Al-Qur’an adalah membentuk umat yang sehat. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menunjukkan cara berperilaku sehat, bahkan disebutkan pula bahwa Al-Qur’an sendiri sebagai obat. Kehebatan Al-Qur’an dalam mengobati penyakit jiwa telah terbukti keampuhannya tetapi dalam mengobati penyakit fisik belum banyak dibahas oleh para ahli di bidangnya. Meskipun demikian, kami meyakini adanya kekuatan atau potensi pada Al-Qur’an sebagai obat penyakit fisik.
II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Apakah definisi dari kesehatan?
B.     Bagaimanakah konsep kesehatan dalam Al-Qur’an?
C.     Bagaimanakah penyembuhan penyakit dengan Al-Qur’an?
III. PEMBAHASAN
A.    Definisi Kesehatan
Menurut World Healt Organization (WHO) kesehatan adalah kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara utuh dan bukan semata-mata tidak adanya penyakit dan gangguan. Pada tahun 1984, WHO mennyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologi, dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama.[1] Selanjutnya dalam UU No 36 tahun 2009 Bab 1 Pasal 1, dinyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Manusia yang dikatakan sehat adalah manusia yang sehat secara jasmani (fisik), psikologi (mental), rohaniah (spiritual), dan sosial (kemasyarakatan).[2]
Definisi ini telah mengisyaratkan sifat dasar kesehatan yang kolektif, namun belum melibatkan Allah sebagai Maha Dokter atau Penyembuh Sempurna, sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang yang beriman. Meskipun semua orang tahu bagaimana seseorang menjadi sehat, definisi kesehatan secara tepat tidak mungkin dirumuskan karena kesehatan merupakan suatu pengalaman subjektif yang kualitasnya dapat diketahui secara intuitif tetapi tidak pernah dapat digambarkan atau dikualifikasikan secara tuntas. Jadi pemaknaan kesehatan tergantung pada pandangan seseorang atau masyarakat tentang organisasi hidup dan hubungan organisasi hidup itu dengan lingkungannya.[3]
M. Quraish Shihab mengawali bahwasanya Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Tiga hal yang disebut (jiwa, akal, jasmani) berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam sangat kaya dengan tuntunan kesehatan. Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang urgensi kesehatan dalam pandangan Islam: pertama, kesehatan dari kata sehat; kedua, afiat. Dalam bahasa Indonesia, sehat afiat sering menjadi kata majemuk.
Demikian pula Muhaimin, ia menyimpulkan bahwa manusia adalah perpaduan anatara tiga unsur ciptaan Allah SWT, yang berupa tubuh (materi), jiwa (imaterial), dan hayah (unsur hidup). Syari’at Al-Qur’an tentang hidup sehat dihubungkan dengan tingkat dan derajat keimanan. Artinya, semua aturan yang ada dalam syari’at Islam mengarah pada terciptanya hidup yang sehat, lingkungan yang bersih, kebiasaan makan dan minum yang sehat, dan aturan-aturan lain yang memberikan kontribusi pada kesehatan hidup manusia secara umum.[4]
B.     Konsep Kesehatan dalam Al-Qur’an
1.      Tuhan, manusia, dan alam
Meskipun hakikah Allah atau wujud Allah tidak dibahas dalam Al-Qur’an, tetapi Allah berdiri di atas seluruh doktrin ajaran Al-Qur’an. Tanpa Allah tidak akan ada sesuatu pun yang bisa berdiri sendiri.
Manusia menurut Al-Qur’an adalah makhluk paling mulia di antara semua makhluk, namun mereka dapat terlempar ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih. Manusia memang memiliki kemampuan yang tidak tersaingi dapat menghasilkan pengetahuan baru, tetapi mempunyai kelemahan di bidang moral. Tugas Al-Qur’an adalah membantu manusia di bidang ini sehingga Al-Qur’an menyebut dirinya sebagai “penyembuh penyakit”, yang oleh kaum muslimin diartikan bahwa petunjuk yang dikandungnya akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan fisik.[5]
Tubuh manusia merupakan tempat bersemayamnya ruh, karena itu terdapat suatu hubungan yang sangat erat antara kesehatan tubuh dan kebahagiaan ruh. Maka ruh dan jiwa saling bergantung dengan tubuh fisik manusia.[6]
Penciptaan alam merupakan manifestasi kasih sayang Allah, karena alam semesta itu sendiri tidak mungkin ada dengan sendirinya. Tanpa kasih sayang Allah yang tidak terbatas maka alam hanyalah ketiadaan murni tanpa arti. Alam diciptakan oleh Allah bagi umat manusia untuk dimanfaatkan demi tujuan yang baik.[7]
2.      Kesehatan menurut Al-Qur’an
Kehidupan manusia, termasuk kesehatan mempunyai beberapa komponen yaitu Tuhan, manusia, alam, dan individu. Apabila digambarkan maka sistem kesehatan dapat kita gambarkan sebagai berikut:
ALLAH
ALAM
MASYARAKAT
INDIVIDU
 













Panah yang menghubungkan Tuhan dengan alam-individu-masyarakat adalah sebuah hubungan yang sangat istimewa karena itu adalah bukan hubungan antara dua hal yang sederajat tetapi hubungan antara Yang Mayor dengan yang minor.
Ustadz Mustamir mendefinisikan bahwa kesehatan adalah pengalaman kesejahteraan yang timbul dari perasaan terhubung dengan sumber kehidupan (Tuhan) yang termanifestasikan dengan adanya keseimbangan dinamis yang melibatkan aspek fisik psikologis seseorang di dalam melakukan interaksi dengan dirinya sendiri, lingkungan alam, dan sosial. Konsep ini adalah dasar pemahaman kita tentang bagaimana pengaruh ibadah formal kita seperti shalat, puasa, zakat, dan haji terhadap psikologi serta fisik kita terutama terhadap sistem syaraf dan sistem kekebalan tubuh kita (sistem imun).
Ibadah-ibadah yang kita lakukan dengan ikhlas dan penuh penghayatan akan membawa pengaruh positif terhadap emosi kita sehingga menjadi tenang. Emosi yang tenang ini akan berpengaruh kepada sistem limbik (susunan syaraf pusat program emosi). Sistem limbik ini akan mengatur sekresi hormon-hormon tertentu (kortisol misalnya) dan hormon-hormon ini akan mengatur tubuh meningkatkan kekebalan tubuh kita.
Sampai di sini kita telah melihat bagaimana Al-Qur’an berperan sebagai sumber paradigma atas konsep tentang kesehatan. Lebih dari itu Al-Qur’an juga berisi saran-saran atau cara-cara kita menjaga kesehatan kita. Tubuh dan jiwa walaupun merupakan satu kesatuan tetapi keduanya mempunyai tabiat yang berbeda. Yang pertama tunduk pada hukum fisika, sedang yang kedua tidak tunduk pada hukum fisika tersebut. Oleh karena itu cara memeliharanya pun berbeda-beda.[8]
Tentang cara menjaga fisik misalnya, Al-Qur’an telah memerintahkan kita untuk menjaga kebersihan sebagaimana Allah swt berfirman:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (٤) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (٥)
Dan pakaianmu bersihkanlah, dan tinggalkanlah segala macam kekotoran. (QS. Al-Muddatsir: 4-5)[9]

Dalam Al-Qur’an juga mengingatkan cara makan dan minum melalui firmannya:
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (٣۱)                                                                         
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf: 31)[10]

Dan juga firmannya:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٤٥)                                                      
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-An’am: 145)[11]

3.      Al-Qur’an sebagai obat
Adapun ayat yang menjelaskan fungsi Al-Qur’an sebagai obat yaitu:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (٥۷)                                                                          
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)[12]

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (٨۲)
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’: 82)[13]

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآَنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آَيَاتُهُ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آَذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ (٤٤)                                                                        
Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh." (QS. Fushshilat: 44)[14]

Ketiga ayat di atas menyebutkan Al-Qur’an sebagai syifa yang biasa diartikan kesembuhan atau obat dan digunakan juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan. Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud Al-Qur’an sebagai obat adalah bahwa kitab itu dapat melenyapkan berbagai penyakit hati seperti ragu, nifak, syirik, penyimpangan dan kecenderungan terhadap kebatilan.
Ketika menafsirkan ketiga ayat di atas, Quraish Shihab mengemukakan bahwa ada sementara ulama yang memahami bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dapat menyembuhkan, di samping penyakit-penyakit hati juga penyakit-penyakit jasmani. Hal ini karena melihat ada potensi besar yang ada di dalam Al-Qur’an untuk menjadi obat bagi penyakit-penyakit jasmani.[15]


C.    Penyembuhan Penyakit dengan Al-Qur’an
Al-Qur’an menyebut dirinya petunjuk bagi manusia. Kitab ini tentunya bukan buku sains ataupun buku kedokteran, namun Al-Qur’an menyebut dirinya sebagai “penyembuh penyakit”, yang oleh kaum muslimin diartikan bahwa petunjuk yang dikandungnya akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan fisik.[16]
Al-Qur’an menyebutkan beberapa ayat tentang anjuran mengobati penyakit, diantaranya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (٨۰)
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, (QS. Asy-Syu’ara: 80)[17]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (٥۷)                                                                              
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)[18]

ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٦۹)
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 69)[19]

Banyak para mufassir yang menyebutkan bahwa pengobatan ilahiyah (adwiya ilahiyya) yaitu Al-Qur’an dapat digunakan untuk menyembuhkan kekacauan-kekacauan fisik dan efisiensinya sebagai penyembuh didasarkan pada pengaruh spiritual dan fisikalnya.[20]
Agar memperoleh penyembuhan yang optimal, orang yang sakit sebaiknya mendengarkan Al-Qur’an beberapa jam perhari, setiap ada kesempatan. Ia juga hendaknya memikirkan dan merenungkan ayat-ayat yang didengarnya. Sebab, tadabbur (merenungkan) Al-Qur’an dan memahami maknanya juga merupakan bentuk pengobatan.
Ada ayat-ayat tertentu yang sebaiknya dibaca oleh orang yang sakit, apapun penyakitnya, mengingat dapat dipastikan bahwa ayat-ayat ini berguna untuk menyembuhkan segala penyakit. Ayat-ayat tersebut adalah:
1.      Membaca surat Al-Fatihah sebanyak tujuh kali
Ini adalah langkah penting dalam setiap pengobatan. Al-Fatihah adalah surat yang paling agung dalam Al-Qur’an al-karim. Dalam kalimat-kalimatnya pada surat Al-Fatihah ini, Allah meletakkan rahasia-rahasia yang tak terhingga. Inilah yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw, berkaitan dengan surat tersebut: “Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan serupa dengannya (surat al-Fatihah), dalam Taurat, Injil, Zabur, maupun al-Furqan.”
Alasan membaca sebanyak tujuh kali adalah karena Allah SWT, menyebutkan surat Al-Fatihah dengan nama as-sab’ al-matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang).
2.      Membaca ayat kursi
Ayat kursi adalah ayat 255 dari surat Al-Baqarah, yakni ayat yang berbunyi:
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (۲٥٥)                                                    
Lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Al-Baqarah: 255)[21]

Sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah, ayat kursi adalah ayat teragung dalam Al-Qur’an. Karena itu, ayat ini penting sekali dalam pengobatan. Salah satu faedahnya adalah Allah SWT akan menjaga pembacanya dari segala keburukan, kejahatan, atau penyakit.
3.      Membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah
آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (۲٨٥) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (۲٨٦)                                                                         
Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al-Baqarah: 285-286)[22]

Nabi SAW telah memberitahukan bahwa siapa yang membaca dua ayat ini pada malam hari, maka keduanya akan menjaga orang tersebut dari segala kejahatan, penyakit, kesedihan, dan kesusahan.
4.      Membaca surat Al-Ikhlas
Sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah SAW, surat ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an. Di dalam surat ini, Allah menitipkan sifat-sifat wahdaniyah yang hanya Dia memiliki. Karena itu, Al-Ikhlas adalah surat yang sangat penting bagi penyembuhan segala penyakit. Akan lebih baik jika Al-Ikhlas dibaca 11 kali, sesuai jumlah huruf dalam kalimat قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ dan karena ini mengandung i’jaz (mukjizat) yang dasyat, khusunya dalam surat ini.
5.      Membaca dua surat terakhir dari Al-Qur’an
Maksudnya yaitu surat al-mu’awidzatain (dua surat perlindungan), yaitu surat al-Falaq dan an-Nas.[23]
Perkembangan ilmu dan teknologi telah mempermudah pemahaman manusia atas perintah dan larangan dari Allah dan Rasul-Nya. Berbagai perintah dan larangan dalam Al-Qur’an dan sunnah ditujukan salah satunya untuk menjaga kualitas kesehatan manusia. Larangan untuk mengonsumsi narkoba, misalnya, secara tak langsung dijelaskan ilmu kedokteran sebagai upaya menjaga kesehatan akal dan badan menerangkan bahaya narkoba bagi kesehatan. Apa yang dilarang agama selalu mengandung bahaya bagi pelakunya, dan perintah agama selalu mengandung kebaikan.
Ibadah sholat, zakat, puasa, dan haji merupakan perintah yang semuanya ditujukan agar manusia memperoleh kesehatan jasmani dan rohani, duniadan akhirat. Penelitian modern membenarkan bahwa seperangkat perintah di atas adalah obat mujarab bagi semua penyakit.[24]
IV. KESIMPULAN
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosoaal dan ekonomi. Manusia yang dikatakan sehat adalah manusia yang sehat secara jasmani (fisik), psikologi (mental), rohaniah (spiritual), dan sosial (kemasyarakatan).
Allah berdiri di atas seluruh doktrin ajaran Al-Qur’an. Tanpa Allah tidak akan ada sesuatu pun yang bisa berdiri sendiri. Manusia menurut Al-Qur’an adalah makhluk paling mulia di antara semua makhluk, namun mereka dapat terlempar ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih. Penciptaan alam merupakan manifestasi kasih sayang Allah, karena alam semesta itu sendiri tidak mungkin ada dengan sendirinya. Kehidupan manusia, termasuk kesehatan mempunyai beberapa komponen yaitu Tuhan, manusia, alam, dan individu.
Banyak para mufassir yang menyebutkan bahwa pengobatan ilahiyah (adwiya ilahiyya) yaitu Al-Qur’an dapat digunakan untuk menyembuhkan di samping penyakit-penyakit hati juga penyakit-penyakit jasmani. Hal ini karena melihat ada potensi besar yang ada di dalam Al-Qur’an untuk menjadi obat bagi penyakit-penyakit jasmani. Ada ayat-ayat tertentu yang sebaiknya dibaca oleh orang yang sakit, apapun penyakitnya, mengingat dapat dipastikan bahwa ayat-ayat ini berguna untuk menyembuhkan segala penyakit, antara lain: (1) Membaca surat Al-Fatihah sebanyak tujuh kali; (2) Membaca ayat kursi; (3) Membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah; (4) Membaca surat Al-Ikhlas; dan (5) Membaca dua surat terakhir dari Al-Qur’an.
V.    PENUTUP
Demikian penjelasan menganai Konsep Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman dan bagi penulis sebagai ilmu yang bermanfaat. Penulis sadar akan kurangnya kemampuan kami dalam menyusun makalah, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun demi menghindari mudharat yang ditimbulkan dari kesalahan dalam makalah ini. Terima kasih penulis ucapkan atas segala perhatian yang baik dari pembaca sekalian.

DAFTAR PUSTAKA
al-Kaheel, Abd. Daim. 2012. Lantunan Qur’an untuk Penyembuhan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Aminah, Nina. 2013. Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Departemen Agama. 2009. Al-Qur-an dan Terjemahan. Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi.
Eickelman, Dale F., dkk. 2010. Al-Qur’an Sains dan Ilmu Sosial. Yogyakarta: eLSAQ Press.
Hawari, Dadang. 1995. Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Khamimudin. 2013. Fiqh Kesehatan: Inspirasi Meraih Hidup Sehat Secara Kaffah. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.
Pedak, Mustamir. 2010. Qur’anic Super Healing. Semarang: Pustaka Nuun.


[1] Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1995), hlm. 12.
[2] Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.  57.
[3] Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 29-30.
                [4] Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.  57-58.
[5] Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 40-41.
[6] Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.  58.
[7] Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 42.
[8] Ustadz Mustamir Pedak, S.Ked, Qur’anic Super Healing, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 43-45.
[9] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 575.
[10] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 154.
[11] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 147.
[12] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 215.
[13] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 290.
[14] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 481.
[15] Ustadz Mustamir Pedak, S. Ked, Qur’anic Super Healing, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 48-50.
[16] Nina Aminah, M.Ag., Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.  105.
[17] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 380.
[18] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 215.
[19] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 274.
[20] Dale F. Eickelman, dkk., Al-Qur’an Sains dan Ilmu Sosial, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 82.
[21] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 42.
[22] Departemen Agama, Al-Qur-an dan Terjemahan, (Surakarta: PT. Indiva Media Kreasi, 2009), hlm. 49.
[23] Ir. Abd. Daim al-Kaheel, Lantunan Qur’an untuk Penyembuhan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012),  73-78.
[24] Khamimudin, MH., Fiqh Kesehatan: Inspirasi Meraih Hidup Sehat Secara Kaffah, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2013), hlm. 126-127.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar